Klaster 7: Badan Usaha Milik Desa

    Ketentuan tentang Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) dalam UU Desa diatur pada Bab X, dalam empat  pasal (Pasal 87-90). Ketentuan yang diatur dalam dalam bab ini dapat diringkas menjadi dua, yaitu (i) pendirian BUM Desa; dan (2) pengembangan dan pemanfaatan hasil BUM Desa. Pada ketentuan pendirian, juga dibahas pihak yang membentuk, proses pembentukan dan pengelolaannya. Sedangkan pengembangan dan pemanfaatan hasil usaha BUM Desa termasuk didalamnya dibahas peran Pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota.

    Bila dilihat sepintas, pengertian BUM Desa mirip dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dalam arti kepemilikan, adanya kekayaan yang dipisahkan dan pemanfaatannya untuk sebesar-besar kesejahteraan masyarakat (lihat UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN Pasal 1 angka 1). Bedanya BUMN dalam skala negara, sedangkan BUM Desa dalam skala desa. Dalam ketentuan umum Pasal 1 Angka 6 UU Desa dinyatakan bahwa Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.

     

    Daftar Isi :

    1. Pendirian Badan Usaha Milik Desa
    2. Pengembangan dan Pemanfaatan Hasil Badan Usaha Milik Desa
    3. Penutup
    Catatan Kaki

    1. Pendirian Badan Usaha Milik Desa

    Sebelum lahirnya UU Desa, ketentuan tentang BUM Desa ini telah diatur dalam dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu pada Pasal  213 ayat (1) disebutkan bahwa “Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan  kebutuhan dan potensi  desa”. Dalam UU Desa selain ada ketentuan jaminan desa dapat mendirikan BUM Desa juga ada ketentuan terkait jenis layanan BUM Desa seperti termaktub dalam Pasal 87 ayat 3 jelas disebutkan, ruang usaha yang bisa dilakukan BUM Desa adalah menjalankan usaha bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum. Artinya, BUM Desa dapat menjalankan pelbagai usaha, mulai dari pelayanan jasa, keuangan mikro, perdagangan, dan pengembangan ekonomi lainnya.

    Pasal 87

    (1)   Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUM Desa.

    (2)   BUM Desa dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan.

    (3)   BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

    Penjelasan.
    (1)  BUM Desa dibentuk oleh Pemerintah Desa untuk mendayagunakan segala potensi ekonomi, kelembagaan perekonomian, serta potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa. BUM Desa secara spesifik tidak dapat disamakan dengan badan hukum seperti perseroan terbatas, CV, atau koperasi. Oleh karena itu, BUM Desa merupakan suatu badan usaha bercirikan Desa yang dalam pelaksanaan kegiatannya di samping untuk membantu penyelenggaraan Pemerintahan Desa, juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Desa. BUM Desa juga dapat melaksanakan fungsi pelayanan jasa, perdagangan, dan pengembangan ekonomi lainnya. Dalam meningkatkan sumber pendapatan Desa, BUM Desa dapat menghimpun tabungan dalam skala lokal masyarakat Desa, antara lain melalui pengelolaan dana bergulir dan simpan pinjam. BUM Desa dalam kegiatannya tidak hanya berorientasi pada keuntungan keuangan, tetapi juga berorientasi untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa. BUM Desa diharapkan dapat mengembangkan unit usaha dalam mendayagunakan potensi ekonomi. Dalam hal kegiatan usaha dapat berjalan dan berkembang dengan baik, sangat dimungkinkan pada saatnya BUM Desa mengikuti badan hukum yang telah ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. (2)  Cukup jelas (3)  Cukup jelas
    Pasal 88
    (1)   Pendirian BUM Desa disepakati melalui Musyawarah Desa. (2)   Pendirian BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa.
    Penjelasan

    (1)  Cukup jelas

    (2)  Cukup jelas

    Pembahasan di DPR

    Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa pasal 78 mengatakan bahwa Desa dapat mendirikan badan usaha. Kata “dapat” artinya bukan suatu keharusan. Idealnya keberadaan badan usaha Desa menjadi salah satu fungsi pemerintahan yaitu mengelola ekonomi untuk kemakmuran masyarakatnya. Desa sangat membutuhkan badan usaha karena ekonomi Desa selama ini mengalami keterpurukan. Selain itu, pada dasarnya Desa hadir untuk melayani komunitasnya baik memelihara tertib hukum, sosial maupun membantu terwujudnya kesejahteraan masyarakatnya.

    Pada Raker I RUU Desa tanggal 4 April 2012, Gamawan Fauzi selaku Menteri Dalam Negeri menjelaskan terkait keuangan Desa, pengaturan dalam regulasi ini memastikan bahwa Desa memiliki pendapatan yang bersumber dari pendapatan asli desa; bagian dari hasil pajak dan retribusi daerah kabupaten/kota; bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota; bantuan keuangan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota; serta hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat. Adanya kepastian pendapatan ini diharapkan dapat meningkatkan kemandirian desa untuk menjawab permasalahan dan kebutuhan masyarakat yang berkembang di desa. Hal lain yang juga diatur adalah mengenai kekayaan desa yang diharapkan menjadi potensi untuk meningkatkan sumber pendapatan asli desa, sehingga pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan desa perlu ditatausahakan dengan baik.

    Anang Prihantoro selaku perwakilan dari DPD RI, dalam Raker itu, menambahkan bahwa Desa sebagai “negara kecil”, yang memiliki pemerintahan yang kuat sekaligus masyarakat yang kuat. Sebagai “negara kecil”, desa mempunyai beberapa makna penting:

    1. Desa sebagai “negara kecil” bukan hanya sekadar obyek penerima bantuan pemerintah, tetapi sebagai subyek yang mampu melakukan emansipasi lokal (atau otonomi dari dalam dan otonomi dari bawah) untuk mengembangkan aset-aset lokal sebagai sumber penghidupan bersama.
    2. Desa memiliki property right atau mempunyai aset dan akses terhadap sumberdaya lokal yang dimanfaatkan secara kolektif untuk kemakmuran bersama.
    3. Desa mempunyai pemerintah desa yang kuat dan mampu menjadi penggerak potensi lokal dan memberikan perlindungan secara langsung terhadap warga, termasuk kaum marginal dan perempuan yang lemah.
    4. Pemerintahan desa yang kuat bukan dimengerti dalam bentuk pemerintah dan kapala desa yang otokratis (misalnya dengan masa jabatan yang terlalu lama), tetapi lebih dalam bentuk pemerintahan desa yang mempunyai kewenangan dan anggaran memadai, sekaligus mempunyai tata pemerintahan demokratis yang dikontrol (check and balances) oleh institusi lokal seperti Badan Perwakilan Desa  dan masyarakat setempat.
    5. Desa tidak hanya memiliki lembaga kemasyarakatan korporatis (bentukan negara), tetapi juga memiliki organisasi masyarakat sipil.
    6. Desa bermartabat secara budaya, yang memiliki identitas atau sistem sosial-budaya yang kuat, atau memiliki kearifan lokal yang kuat untuk mengelola masyarakat dan sumber daya lokal.

    Pada saat Raker II tanggal 15 Mei 2012, Gamawan Fauzi menjelaskan bahwa bantuan dari Pemerintah provinsi dan Pemerintah kabupaten/kota kepada Desa diberikan sesuai dengan kemampuan dan perkembangan keuangan Pemerintah daerah yang bersangkutan. Bantuan-bantuan tersebut diarahkan untuk percepatan atau akselerasi pembangunan Desa. Sumber pendapatan lain yang dapat diusahakan oleh desa dari Badan Usaha Milik Desa adalah pengelolaan pasar desa, pengelolaan kawasan wisata skala desa, pengelolaan tambang mineral bukan logam dan tambang batuan dengan tidak menggunakan alat berat dan sumber lainnya. Hal ini selaras dengan yang telah dicantumkan pada Naskah Akademik RUU tentang Desa, Bagian Analisis dan Evaluasi Peraturan Perundang-undangan, disebutkan bahwa dalam Penjelasan Umum atas PP No.72/2005 lebih tegas dinyatakan :

    “.....Sumber pendapatan lain yang dapat diusahakan oleh Desa berasal dari Badan Usaha Milik Desa, pengelolaan pasar Desa, pengelolaan  kawasan wisata skala Desa, pengelolaan galian C dengan tidak menggunakan alat berat dan sumber lainnya”.

    Selain itu, dalam pembahasan RUU Desa terkait BUM Desa, hal yang disoroti adalah terkait badan hukum BUM Desa, yaitu pada Pasal 88 seperti yang terekam Pada RDPU I tanggal 24 Mei 2012. Pada kesempatan tersebut, Suryokoco Suryoputro selaku perwakilan dari Relawan Pemberdayaan Desa Nusantara menuturkan, ”Sayang sekali, dalam Rancangan Undang-undang ini kami melihat bahwa dalam penjelasan itu Badan Usaha Milik Desa, menurut kami sangat tidak jelas. Karena apa? Karena Badan Usaha Milik Desa cukup dibentuk dengan Peraturan Desa. Sementara Peraturan Desa tidak diakui dalam tata urutan perundangan. Ini menjadi pertanyaan. Oleh karenanya kami mengusulkan, untuk dibuka peluang BUM Desa berbentuk badan hukum usaha menurut peraturan perundangan yang berlaku. Suryokoco juga menyatakan bahwa dalam RUU Desa disebutkan ada peraturan desa. “Pada kenyataannya, bapak-bapak anggota DPR 2012 sudah memutuskan sebuah undang-undang yang berisi tentang tata urutan perundangan, dimana tata urutan perundangan yang terdahulu mengakomodir peraturan desa sebagai tata urutan perundangan terendah, hari ini, undang-undang itu sudah dicabut dan peraturan desa tidak masuk dalam tata urutan perundangan. Artinya, bahwa kalau desa membuat peraturan desa, itu tidak mempunyai kekuatan hukum dan akan dengan gampang dipatahkan oleh kekuatan-kekuatan ahli hukum bahwa Anda tidak punya cantolan untuk kemudian itu harus dipatuhi. Jadi ini satu catatan yang mungkin kami perlu sampaikan untuk RUU Pemda”, tambahnya.

    Tanggapan

    Badan Usaha Milik Desa adalah  lembaga  usaha  desa  yang  dikelola oleh  masyarakat  dan  pemerintahan  desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan  dibentuk  berdasarkan  kebutuhan  dan potensi  desa.[1]  Pada UU  No.  32  Tahun 2004  tentang  Pemerintahan  Daerah dinyatakan bahwa,  BUM Desa didirikan  antara  lain  dalam  rangka peningkatan Pendapatan Asli Desa. Berangkat dari cara pandang ini, jika pendapatan asli desa dapat diperoleh dari BUM Desa, maka kondisi itu akan mendorong setiap Pemerintah Desa memberikan “goodwill” dalam merespon pendirian BUM Desa. Sebagai salah satu lembaga ekonomi yang beroperasi di pedesaan, BUM Desa harus memiliki perbedaan dengan lembaga ekonomi pada umumnya. Ini dimaksudkan agar keberadaan dan kinerja BUM Desa mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan warga desa. Di samping itu, supaya tidak berkembang sistem usaha kapitalistis di pedesaan yang dapat mengakibatkan terganggunya nilai-nilai kehidupan bermasyarakat.[2] Penguasaan sektor ekonomi ini berguna sebagai upaya perlindungan keterjaminan sosial masyarakat Desa.

    Jika dilihat  dari  fungsinya,  kelembagaan  BUM Desa merupakan  pilar  kegiatan  ekonomi  di desa  yang  berfungsi  sebagai  lembaga  sosial (social  institution)  dan  komersial (commercialinstitution).[3] BUM Desa sebagai lembaga  sosial  berpihak  kepada  kepentingan masyarakat  melalui  kontribusinya  dalam penyediaan  pelayanan  sosial.  Sedangkan sebagai lembaga komersial bertujuan mencari keuntungan  melalui  penawaran  sumberdaya lokal  (barang  dan  jasa)  ke  pasar.  Pada keberjalanan  usahanya  prinsip  efisiensi  dan efektifitas  harus  selalu  ditekankan.  BUM Desa sebagai  badan  hukum,  dibentuk berdasarkan  tata  perundang-undangan yang berlaku, dan sesuai dengan kesepakatan yang terbangun di masyarakat desa

    Keberadaan BUM Desa merupakan bentuk  kemandirian dari suatu Desa sebagai implementasi otonomi Desa. Melalui BUM Desa, diharapkan Desa dalam melaksanakan  pembangunan  tidak  sepenuhnya bergantung subsidi  dari  pemerintah. Badan Usaha Milik Desa dapat  dijadikan  suatu  alternatif  lain  yang  memberikan  tambahan terhadap  keuangan  Desa.[4]  Badan Usaha Milik Desa ini juga berguna untuk mengelola aset dan kekayaan Desa agar dapat didayagunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat Desa.

    Untuk menghidupkan perekonomian, desa perlu mendirikan lembaga yang merangkul  seluruh potensi dan kearifan lokal desa.  Lembaga yang dapat dijadikan wadah bagi setiap warga Desa untuk memberikan kerja keras dan buah pikiran. Lembaga yang sesuai bagi masyarakat  desa adalah BUM Desa. BUM Desa dengan semangat gotong royong  harus bertujuan untuk memberikan keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat Desa.[5]

    BUM Desa sedapat mungkin dibangun atas semangat dan prakarsa masyarakat dengan mengemban prinsip-prinsip berikut:[6]

    • Kooperatif

    Semua komponen yang terlibat di dalam BUMDesa harus mampu melakukan kerja sama yang baik demi pengembangan dan kelangsungan hidup usahanya.

    • Partisipatif

    Semua komponen yang terlibat di dalam BUMDesa harus bersedia secara sukarela atau diminta memberi dukungan dan kontribusi yang dapat mendorong kemjauan usaha BUMDes.

    • Emansipatif

    Semua komponen yang terlibat di dalam BUMDes harus diperlakukan sama tanpa memandang golongan, suku, dan agama.

    • Transparan

    Aktivitas yang berpengaruh terhadap kepentingan masyarakat umum harus dapat diketahui oleh segenap  lapisan masyarakat dengan mudah dan terbuka.

    • Akuntabel

    Seluruh kegiatan usaha harus dapat dipertanggungjawabkan secara teknis maupun administratif.

    • Sustainabel

    Kegiatan usaha harus dapat dikembangkan dan dilestarikan oleh masyarakat dalam wadah BUM Desa.

    Tujuan pembentukan BUM Desa yaitu untuk[7]:

    1. Menghindarkan anggota  masyarakat  desa  dari  pengaruh pemberian pinjaman uang dengan bunga  tinggi yang merugikan masyarakat.
    2. Meningkatkan peranan  masyarakat  desa  dalam  mengelola sumber-sumber pendapatan lain yang sah.
    3. Melihara dan  meningkatkan  adat  kebiasaan  gotong  royong masyarakat,  gemar menabung  secara  tertib,  teratur,  dan berkelanjutan.
    4. Mendorong tumbuh  dan  berkembangnya  kegiatan  ekonomi masyarakat desa.
    5. Mendorong berkembangnya usaha sektor  informal untuk dapat menyerap tenaga kerja masyarakat di desa.
    6. Meningkatkan kreativitas berwirausaha  anggota  masyarakat desa yang berpenghasilan rendah.

    BUM Desa merupakan wahana untuk menjalankan usaha di Desa. Apa yang dimaksud dengan  “usaha desa” adalah jenis usaha yang meliputi pelayanan ekonomi Desa seperti antara lain[8]:

    1. Usaha jasa keuangan, jasa angkutan darat dan air, listrik desa, dan usaha sejenis lainnya;
    2. Penyaluran sembilan bahan pokok ekonomi desa;
    3. Perdagangan hasil pertanian meliputi tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan agrobisnis; Industri dan kerajinan rakyat

    Pendekatan  baru  yang  diharapkan mampu menstimulus  dan menggerakkan  roda perekonomian  di pedesaan  adalah  melalui pendirian  kelembagaan  ekonomi  Desa  yang dikelola  sepenuhnya  oleh  masyarakat  Desa. Bentuk  kelembagaan  sebagaimana  dimaksud adalah  dinamakan  BUM Desa. Badan usaha  ini sesungguhnya telah diamanatkan di dalam UU No.32 Tahun 2004 pasal  213 ayat (1) disebutkan bahwa “Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan  kebutuhan dan potensi  desa”. Kemudian, di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 39 Tahun 2010 Tentang Badan Usaha Milik Desa yang menyebutkan bahwa: “untuk meningkatkan  kemampuan keuangan pemerintah desa dalam penyelenggaraan pemerintahan dan meningkatkan pendapatan masyarakat melalui berbagai kegiatan usaha ekonomi masyarakat pedesaan, didirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa”.[9]

    Lembaga BUM Desa ini tidak lagi didirikan atas dasar instruksi Pemerintah. Tetapi harus didasarkan pada keinginan masyarakat desa yang berangkat dari adanya potensi yang jika dikelola dengan tepat akan menimbulkan permintaan di pasar. Agar keberadaan lembaga ekonomi ini tidak dikuasai oleh kelompok tertentu yang memiliki modal besar di pedesaan. Maka kepemilikan lembaga itu oleh desa dan dikontrol bersama dimana tujuan utamanya untuk meningkatkan standar hidup ekonomi masyarakat.[10]

    Gagasan awal pendirian BUM Desa apakah bersumber dari perorangan atau kelompok masyarakat harus dibahas di dalam rembug desa. Beberapa aktivitas yang perlu dilakukan dalam menyiapkan pendirian BUM Desa meliputi[11]:

    1. Melakukan rembug Desa guna membuat kesepakatan pendirian BUM Desa;
    2. Melakukan identifikasi potensi dan permintaan terhadap produk (barang dan jasa) yang akan ditawarkan BUM Desa;
    3. Menyusun AD/ART; Mengajukan legalisasi badan hukum ke notaris untuk memperoleh pengesahan.

    2. Pengembangan dan Pemanfaatan Hasil Badan Usaha Milik Desa

    Pada bagian ini akan membahas Pasal 89 dan Pasal 90 UU Desa yang berisi tentang ketentuan pemanfaatan hasil usaha BUM Desa untuk pengembangan usaha, dan peran Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota serta Pemerintah Desa dalam mendorong Pengembangan BUMDesa.

    Pasal 89
    Hasil usaha BUM Desa dimanfaatkan untuk: a.       Pengembangan usaha; dan b.      Pembangunan Desa, pemberdayaan masyarakat Desa, dan pemberian bantuan untuk masyarakat miskin melalui hibah, bantuan sosial, dan kegiatan dana bergulir yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
    Penjelasan.
    Huruf a : Cukup Jelas Huruf b : Cukup Jelas
    Pasal 90
    Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Desa mendorong perkembangan BUM Desa dengan: a.       memberikan hibah dan/atau akses permodalan; b.      melakukan pendampingan teknis dan akses ke pasar; dan c.       memprioritaskan BUM Desa dalam pengelolaan sumber daya alam di Desa.
    Penjelasan
    Huruf a : Cukup jelas. Huruf b : Yang dimaksud dengan “pendampingan” adalah termasuk penyediaan sumber daya manusia pendamping dan manajemen. Huruf C : Cukup jelas

    Pembahasan di DPR

    Dalam RUU usulan Pemerintah tidak diatur mengenai pengalokasian hasil usaha BUM Desa, tetapi oleh Tim Perumus dimasukkan menjadi rumusan Pasal 96. Kemudian berubah menjadi Pasal 89 pada UU Desa yang ditetapkan. Perubahan pasal tersebut diikuti dengan sedikit perubahan redaksional.

    RUU Inisiatif Pemerintah RUU Timus Rumusan yang disepakati
    Tidak diatur Pasal 96 Keuntungan BUM Desa dialokasikan untuk: a.   pengembangan usaha; b.   pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat melalui APB Desa; c.    pemberdayaan masyarakat Desa melalui hibah dan kegiatan dana bergulir untuk masyarakat miskin; dan d.   kesejahteraan pengelola BUM Desa.   Pasal 89 Hasil usaha BUM Desa dimanfaatkan untuk: a.       Pengembangan usaha; dan b.      Pembangunan Desa, pemberdayaan masyarakat Desa, dan pemberian bantuan untuk masyarakat miskin melalui hibah, bantuan sosial, dan kegiatan dana bergulir yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

    Pada RDPU VIII tanggal 28 Juni 2012, ditanyakan oleh Arya Hadi Dharmawan selaku pakar tentang bentuk BUM Desa ini, “Apakah sama seperti PT, yang kapitalistik, profit maximization orientation, berorientasi pada keuntungan? Atau seperti koperasi, yang mengagungkan kolektivitas kehidupan sosial? Atau seperti yayasan yang sosial tanpa memperhatikan keuntungan. Atau seperti BUMN atau BUMD yang agency, agent of development dan profit maximization.”

    Sedangkan untuk Pasal 90 UU Desa terkait Peran Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan; Pemerintah Desa dalam pengembangan BUM Desa. Pada proses pembahasannya ada perubahan klausul antara RUU inisiatif Pemerintah dan Draft RUU Timus sehingga ada penyepakatan klausul baru, seperti yang tergambar dalam tabel berikut:

    RUU Inisiatif Pemerintah RUU Timus Rumusan yang disepakati
    Pasal 64 Modal BUM Desa dapat berasal dari : a.       pemerintah desa; b.      tabungan masyarakat; dan c.       bantuan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Pasal 95 (1)  Jenis usaha BUM Desa meliputi bidang jasa, penyaluran kebutuhan pokok, perdagangan hasil pertanian, dan/atau industri kecil dan rumah tangga. (2)  Modal usaha BUM Desa berasal dari Pemerintah Desa, tabungan masyarakat, bantuan Pemerintah, bantuan Pemerintah Daerah, pinjaman, dan kerjasama dengan pihak usaha lain.   Pasal  97 Pemerintah mendorong perkembangan BUM Desa melalui: a.     memberikan hibah dan atau akses pada permodalan; b.    melakukan pendampingan teknis dan akses ke pasar; dan c.     memprioritaskan BUM Desa dalam pengelolaan sumber daya alam di Desa atau sekitar Desa. Pasal 90 Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Desa mendorong perkembangan BUM Desa dengan: a.       memberikan hibah dan/atau akses permodalan; b.      melakukan pendampingan teknis dan akses ke pasar; dan c.       memprioritaskan BUM Desa dalam pengelolaan sumber daya alam di Desa.

    Tanggapan

    Dalam konteks kontribusi BUM Desa, seharusnya diletakkan dan diposisikan  bahwa BUM Desa ini adalah unit ekonomi multi sektor yang dikelola  oleh  pemerintah desa dan masyarakat untuk memakmurkan sebesar-besarnya kepentingan  masyarakat  desa. Sekaligus  memberikan  kontribusi  positif bagi pendapatan asli daerah.[12]

    • Sumber-Sumber Dana  Untuk Peningkatan Pendapatan Desa

    Kontribusi  ini  akan  berkaitan  dengan apa yang akan diberikan oleh BUM Desa untuk masyarakat  desa.  Hal  ini  dapat  berupa  pelayanan.  Rendahnya  produktivitas  pelayanan desa utamanya di BUM Desa selama ini lebih disebabkan oleh lemahnya sumberdaya manusia di bidang manajemen dan lain lain. Sehingga  dalam  kontribusi  ini  desa  juga harus memandang dari segi kerjasama dalam mengembangkannya. Dengan  demikian sumber  dana  untuk  peningkatan  pendapatan desa dapat direalisasikan.

    • Pemenuhan Kebutuhan Masyarakat

    Dalam  rangka  meningkatkan  pendapatan  masyarakat  dan  pendapatan  asli desa maka bumdes ini mempunyai beberapa kontribusi  untuk  memenuhi  kebutuhan masyarakat. Salah  satunya  dalam  kebutuhan pokok di desa. Mengingat BUM Desa ini adalah suatu lembaga ekonomi modal usaha.

    • Pembangunan Desa secara Mandiri

    Kontribusi  BUM Desa  ini  ialah  sebagai salah  satu  pembangunan  desa  mandiri  yag dapat  berjalan  dengan  percaya  diri  bahwa desa  memang  sudah  berhasil  mengatur rumah  tangganya  sendiri  dan  menciptakan desa  yang  mandiri  yang  tidak  hanya bergantung kepada anggaran dana desa yang telah  diberikan  oleh  pemerintah

    • Monitoring dan evaluasi BUM Desa

    Pasal  89 tidak mengatur lebih rinci siapa pelaku evaluasi BUM Desa yang menilai  bahwa BUM Desa sudah melakukan pengembangan usaha, melakukan pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa serta telah memberikan bantuan bagi masyarakat miskin. Pasal tersebut hanya menjelaskan gambaran keberhasilan BUM Desa. Dasar penilaian BUM Desa yang telah berhasil dapat menjadi penilaian dalam meningkatkan peran BUM Desa.

    • Mekanisme supervisi pemerintah kepada BUM Desa belum jelas

    Kendati UU Desa ini telah mengatur tentang kewenangan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah dan desa dalam mengembangkan BUM Desa, namun UU ini tidak secara spesifik mengatur bagaimana mekanisme pemberiannya? Bagaimana pemilihan BUM Desa yang akan diberikan dukungan baik hibah/akses modal, atau yang mendapatkan pendampingan teknis dan akses pasar?

    Perlu mekanisme yang jelas terkait supervisi yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam pemberian dukungan ini harus menjadi perhatian dalam menyusun aturan turunannya, agar keberadaan BUM Desa sesuai yang diharapkan sebagaimana tercantum dalam pasal 89.  Termasuk dalam upaya memprirotaskan Desa untuk memanfaatkan sumber daya alam di desanya.

    Keberadaan kelembagaan BUM Desa diharapkan dapat menjadi  salah  satu ikon dalam mewujudkan otonomi Desa yang nyata sesuai dengan amanah UU Pemerintahan Daerah. Kemudian, kehadiran BUM Desa akan menjadi penangkal bagi kekuatan korporasi asing dan nasional. Dengan demikian diharapkan BUM Desa ini mampu  menggerakkan dinamika ekonomi masyarakat Desa. Di sisi lain, bagi pemerintah Desa dapat  mengelola  aset-aset dan potensi Desa dengan kreatif,  inovatif dan mandiri  melalui  kepemilikan  BUM Desa, sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru di Desa, memberikan pelayanan  yang optimal bagi masyarakat dalam mengakses modal kerja. Selanjutnya, keberadaan  kelembagaan BUM sebagai agen pembangunan daerah dan menjadi pendorong terciptanya  sektor  korporasi  di pedesaan.[13]

    [12]  Coristya Berlian Ramadana dkk, Jurnal Administrasi Publik Vol.1  No.6, Keberadaan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa)  Sebagai Penguatan Ekonomi Desa, (Malang: Fakultas Ilmu Administrasi Fakultas Brawijaya, tth), hal 1074-1075.

    [13] Ibid., hal. 34.

    3. Penutup

    Pendirian BUM Desa diharapkan mampu mensejahterakan masyarakat di Desanya. Sebaiknya pendirian BUM Desa atas dasar inisiatif masyarakat Desa yang berangkat dari adanya kebutuhan pasar dan potensi Desa. Sehingga keberadaan BUM Desa menunjukkan kemandirian Desa, dan tidak di dominasi oleh kelompok elit desa. Keberadaan BUM Desa dapat membantu penyelenggaraan Pemerintah Desa dan juga memenuhi kebutuhan masyarakat desa.

    Catatan Kaki

    [1] Muammar Alkadafi, Penguatan Ekonomi Masyarakat Melalui Pengelolaan Kelembagaan  Badan Usaha Milik Desa Menuju ASEAN Economic Community 2015, (Riau: Dosen Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, 2014), hal.36. [2] Buku Panduan Pendirian dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa, (Malang: Departemen Pendidikan Nasional Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan (PKDSP) Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, 2007), hal. 4. [3] Muammar Alkadafi, Op.Cit., hal.36. [4] Aris Ahmad Risadi, Badan Usaha Milik Desa (Jakarta: Dapur Buku, 2012), hal. 10. [5] I Nyoman Bratha, Penuntun Geografi Sosial, (Yogyakarta: UP Spring, 1968), hal.120. [6] Moh Mahfud MD, dkk, Prosiding Kongres Pansasila IV: Srategi Pelembagaan Nilai-nilai Pancasila dalam Menegakkan Konstitusionalitas Indonesia, (Yogyakarta, 2012), hal. 334. [7] Hadi Irawan, Eksistensi BUMDes dari Aspek Otonomi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, (Mataram: Fakultas Hukum Universitas Mataram, 2013), hal. 6-7. [8] Buku Panduan Pendirian dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa, Op.Cit., hal.6. [9] Muammar Alkadafi, Op.Cit., hal. 33. [10] Buku Panduan Pendirian dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa, Op.Cit., hal. 6. [11] Ibid., hal. 23. [12]  Coristya Berlian Ramadana dkk, Jurnal Administrasi Publik Vol.1  No.6, Keberadaan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa)  Sebagai Penguatan Ekonomi Desa, (Malang: Fakultas Ilmu Administrasi Fakultas Brawijaya, tth), hal 1074-1075. [13] Ibid., hal. 34.
    Last Updated 14 June 2016.