UU Desa telah memberikan rambu secara umum kepada pemerintah kabupaten/kota dalam memberikan pembinaan dan pengawasan yang dilakukan kepada Pemerintah Desa.
Pasal 115 |
Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1) meliputi:
- memberikan pedoman pelaksanaan penugasan urusan Kabupaten/Kota yang dilaksanakan oleh Desa;
- memberikan pedoman penyusunan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa;
- memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif;
- melakukan fasilitasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
- melakukan evaluasi dan pengawasan Peraturan Desa;
- menetapkan pembiayaan alokasi dana perimbangan untuk Desa;
- mengawasi pengelolaan Keuangan Desa dan pendayagunaan Aset Desa;
- melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
- menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan, dan lembaga adat;
- memberikan penghargaan atas prestasi yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Badan Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan, dan lembaga adat;
- melakukan upaya percepatan pembangunan perdesaan;
- melakukan upaya percepatan Pembangunan Desa melalui bantuan keuangan, bantuan pendampingan, dan bantuan teknis;
- melakukan peningkatan kapasitas BUM Desa dan lembaga kerja sama antar-Desa; dan
- memberikan sanksi atas penyimpangan yang dilakukan oleh Kepala Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
Penjelasan |
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “pengawasan” adalah termasuk di dalamnya pembatalan Peraturan Desa.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas
Huruf n
Cukup jelas. |
Pembahasan di DPR
Rumusan awal yang diajukan oleh pemerintah dan juga pandangan dari fraksi-fraksi di DPR telah dijelaskan di telah dijelaskan di bagian 14.1.1 yang menjelaskan mengenai proses pembahasan pasal 112. Rumusan pasal 115 ini tidak ada di dokumen RUU yang diajukan oleh pemerintah ke DPR.
Perubahan rumusan pasal oleh Tim Perumus. Di dalam dokumen Draft UU Desa yang terdapat tulisan “
DRAFT RUU Tentang DESA Yang Telah Selesai Dibahas sd Rapat Timus 3 Oktober 2013”, terdapat perubahan yang signifikan terkait rumusan pasal mengenai pembinaan dan pengawasan, dengan redaksional sebagai berikut:
Pasal 107 |
Pembinaan dan pengawasan Pemerintah Kabupaten/kota, meliputi :
a. memberikan pedoman pelaksanaan penugasan urusan Kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh Desa;
b. memberikan pedoman penyusunan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa;
c. memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif;
d. melakukan fasilitasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
e. melakukan evaluasi dan pengawasan Peraturan Desa;
f. menetapkan pembiayaan alokasi dana perimbangan untuk Desa;
g. mengawasi pengelolaan keuangan Desa dan pendayagunaan aset Desa;
h. melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
i. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Pemerintah Desa dan lembaga kemasyarakatan;
j. memberikan penghargaan atas prestasi yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan lembaga kemasyarakatan;
k. memberikan sanksi atas penyimpangan yang dilakukan oleh Kepala Desa sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan;
l. melakukan upaya-upaya percepatan atau akselerasi pembangunan perdesaan.
m. melakukan upaya percepatan pembangunan Desa melalui bantuan keuangan, bantuan pendampingan, dan bantuan teknis; dan
n. pembinaan lainnya yang diperlukan. |
- Rumusan Akhir yang Disepakati.
Pada akhirnya, rumusan pasal yang disepakati adalah rumusan pasal Draft RUU per 3 Oktober 2013 yang telah mengalami perubahan substansi, yang dapat dilihat dari tabel berikut ini:
Rumusan yang disepakati |
Rumusan Draft RUU per 3 Oktober 2013 |
Pasal 115 |
Pasal 107 |
Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1) meliputi:
a. memberikan pedoman pelaksanaan penugasan urusan Kabupaten/Kota yang dilaksanakan oleh Desa;
b. memberikan pedoman penyusunan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa;
c. memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif;
d. melakukan fasilitasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
e. melakukan evaluasi dan pengawasan Peraturan Desa;
f. menetapkan pembiayaan alokasi dana perimbangan untuk Desa;
g. mengawasi pengelolaan Keuangan Desa dan pendayagunaan Aset Desa
h. melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
i. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan, dan lembaga adat;
j. memberikan penghargaan atas prestasi yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan PemerintahanDesa, Badan Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan, dan lembaga adat;
k. melakukan upaya percepatan pembangunan perdesaan;
l. melakukan upaya percepatan Pembangunan Desa melalui bantuan keuangan, bantuan pendampingan, dan bantuan teknis;
m. melakukan peningkatan kapasitas BUM Desa dan lembaga kerja sama antar-Desa; dan
n. memberikan sanksi atas penyimpangan yang dilakukan oleh Kepala Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Pembinaan dan pengawasan Pemerintah Kabupaten/kota, meliputi :
a. memberikan pedoman pelaksanaan penugasan urusan Kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh Desa;
b. memberikan pedoman penyusunan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa;
c. memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif;
d. melakukan fasilitasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
e. melakukan evaluasi dan pengawasan Peraturan Desa;
f. menetapkan pembiayaan alokasi dana perimbangan untuk Desa;
g. mengawasi pengelolaan keuangan Desa dan pendayagunaan aset Desa;
h. melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
i. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Pemerintah Desa dan lembaga kemasyarakatan;
j. memberikan penghargaan atas prestasi yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan lembaga kemasyarakatan;
k. memberikan sanksi atas penyimpangan yang dilakukan oleh Kepala Desa sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan;
l. melakukan upaya-upaya percepatan atau akselerasi pembangunan perdesaan.
m. melakukan upaya percepatan pembangunan Desa melalui bantuan keuangan, bantuan pendampingan, dan bantuan teknis; dan
n. pembinaan lainnya yang diperlukan. |
Rumusan Draft RUU per 3 Oktober 2013 |
Rumusan yang disepakati
|
Pasal 107 |
Pasal 115 |
Pembinaan dan pengawasan Pemerintah Kabupaten/kota, meliputi :
a. memberikan pedoman pelaksanaan penugasan urusan Kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh Desa;
b. memberikan pedoman penyusunan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa;
c. memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif;
d. melakukan fasilitasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
e. melakukan evaluasi dan pengawasan Peraturan Desa;
f. menetapkan pembiayaan alokasi dana perimbangan untuk Desa;
g. mengawasi pengelolaan keuangan Desa dan pendayagunaan aset Desa;
h. melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
i. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Pemerintah Desa dan lembaga kemasyarakatan;
j. memberikan penghargaan atas prestasi yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan lembaga kemasyarakatan;
k. memberikan sanksi atas penyimpangan yang dilakukan oleh Kepala Desa sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan;
l. melakukan upaya-upaya percepatan atau akselerasi pembangunan perdesaan.
m. melakukan upaya percepatan pembangunan Desa melalui bantuan keuangan, bantuan pendampingan, dan bantuan teknis; dan
n. pembinaan lainnya yang diperlukan. |
Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1) meliputi:
a. memberikan pedoman pelaksanaan penugasan urusan Kabupaten/Kota yang dilaksanakan oleh Desa;
b. memberikan pedoman penyusunan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa;
c. memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif;
d. melakukan fasilitasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
e. melakukan evaluasi dan pengawasan Peraturan Desa;
f. menetapkan pembiayaan alokasi dana perimbangan untuk Desa;
g. mengawasi pengelolaan Keuangan Desa dan pendayagunaan Aset Desa
h. melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
i. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan, dan lembaga adat;
j. memberikan penghargaan atas prestasi yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan PemerintahanDesa, Badan Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan, dan lembaga adat;
k. melakukan upaya percepatan pembangunan perdesaan;
l. melakukan upaya percepatan Pembangunan Desa melalui bantuan keuangan, bantuan pendampingan, dan bantuan teknis;
m. melakukan peningkatan kapasitas BUM Desa dan lembaga kerja sama antar-Desa; dan
n. memberikan sanksi atas penyimpangan yang dilakukan oleh Kepala Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Namun, tidak diperoleh petunjuk kapan perubahan substansi pasal ini terjadi.
Tanggapan
- Peran Peningkatan Kapasitas SDM Di Tingkat Desa.
Pasal 115 butir i, m, n terkait dengan peran pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah yang dilakukan dengan meningkatkan kapasitas SDM di tingkat Desa. Peran ini realistis dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dibandingkan dilakukan oleh Pemerintah maupun pemerintah provinsi. Kondisi ini perlu dipertimbangkan di dalam penyusunan aturan pelaksanaannya. Pasal 115 huruf e menyebutkan pemerintah kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan yang meliputi evaluasi dan pengawasan peraturan desa. Dari rumusan ini terlihat ada dua jenis binwas yang dilakukan, yaitu (i) melakukan evaluasi; dan (ii) melakukan pengawasan terhadap Perdes.
Seperti disinggung pada bagian terdahulu, Perdes adalah jenis
regelling (peraturan perundang-undangan) yang oleh UU No. 12 Tahun 2011 tak dimasukkan lagi ke dalam tata urutan (hirarki) perundang-undangan. Meskipun demikian, Peraturan Desa tetap sah dan mengikat sepanjang memenuhi syarat formil dan materiil. Jika tak memenuhi syarat, maka Perdes tak bisa mengikat dan diberlakukan. Bahkan sebelum disahkan menjadi Perdes, Rancangan Perdes masih bisa diutak-atik. Inilah yang oleh penyusun UU Desa disebut sebagai ‘evaluasi’ dalam rangka binwas Perdes. Kesimpulan ini bisa dibaca antara lain dari rumusan Pasal 69 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) UU Desa yang memberikan wewenang kepada bupati/walikota untuk melakukan evaluasi Rancangan Perdes tentang APB Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi pemerintahan desa.
Rumusan senada sebenarnya diberlakukan juga untuk Perda. Dalam kasus Perda, Menteri Dalam Negeri melakukan evaluasi sebelum memberikan persetujuan atas suatu Perda. Ada kewajiban daerah untuk menyampaikan bukan saja rancangan Perda tetapi juga Perda tertentu kepada Pemerintah untuk dilakukan evaluasi sebelum diberikan persetujuan. Rancangan Perda yang perlu mendapat persetujuan itu antara lain Rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang pembentukan kecamatan. Pasal 221 ayat 3 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan, “Rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang pembentukan Kecamatan yang telah mendapatkan persetujuan bersama bupati/wali kota dan DPRD kabupaten/kota, sebelum ditetapkan oleh bupati/ wali kota disampaikan kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk mendapat persetujuan.” Sedangkan Perda yang sudah ditetapkan tapi harus mendapatkan persetujuan Menteri sebelum bisa berlaku contohnya adalah Perda tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah. Pasal 212 ayat 2 UU No. 23 Tahun 2014 menyatakan, “Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku setelah mendapat persetujuan dari Menteri bagi Perangkat Daerah provinsi dan dari gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat bagi Perangkat Daerah kabupaten/kota”. Ayat (1) dimaksud menyatakan,” Pembentukan dan susunan Perangkat Daerah ... ditetapkan dengan Perda.”
Dalam konteks Perdes, dapat dipahami bahwa ‘pengawasan’ dipergunakan untuk regulasi yang sudah diundangkan dalam Berita Desa. Bentuk konkrit dari pengawasan itu adalah kemungkinan membatalkan Perdes.
Pada tataran teoritis, pengawasan terhadap suatu peraturan perundang-undangan, termasuk Perdes, bisa dibedakan atas pengawasan preventif dan pengawasan represif (Natabaya, 2006: 190-191). Evaluasi saat masih berupa Rancangan Perdes yang disebut dalam UU Desa bisa dikualifikasikan sebagai pengawasan preventif, sedangkan pembatalan atau penetapan suatu Perdes bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi adalah hasil pengawasan represif.
Adakalanya, evaluasi dan pengawasan yang dilakukan menitikberatkan pada aspek formal pembentukan Perdes, misalnya apakah BPD dilibatkan atau apakah ada konsultasi publik dengan masyarakat desa. Tetapi ada juga kemungkinan substansi Perdes itulah yang dievaluasi dan diawasi, atau aspek materiil dari Perdes. Karena itu dalam praktek dikenal pengujian formil dan pengujian materiil peraturan perundang-undangan (Sri Soemantri, 1986: 6-8).
Dari Penjelasan di atas dapat ditarik beberapa pertanyaan yang perlu dijawab dalam pengaturan lebih lanjut dan implementasi UU Desa.
Pertama, bagaimana evaluasi dan pengawasan itu dilakukan? Undang-Undang Desa hanya menyebut bahwa evaluasi terhadap tema tertentu dilakukan pada saat masih Rancangan Perdes, artinya belum disahkan dan diumumkan. Hasil evaluasi itu nanti wajib diperbaiki oleh lembaga pembentuknya dalam waktu tertentu.
Kedua, apakah evaluasi hanya berlaku dan terbatas pada APB Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi pemerintahan desa? Artinya, di luar keempat bidang itu tak perlu dilakukan evaluasi?
Ketiga, lembaga mana dan siapa yang melakukan evaluasi dan pengawasan? Kalau evaluasi dan pengawasan dimaknai sebagai hak menguji (
toetsingsrecht), siapa dan lembaga mana yang memiliki hak itu? (Fatmawati, 2006: 1). Dari rumusan Pasal 115 huruf
e juncto Pasal 69 ayat (4) UU Desa, jelas diketahui bahwa yang melakukan evaluasi adalah bupati/walikota. Tetapi kalau dibaca lebih lanjut, ada jenis pengawasan lain yang diperkenalkan UU Desa, yaitu pengawasan atas pelaksanaan Perdes. Pengawasan ini bisa dibaca dari Penjelasan Umum UU Desa yang antara lain menyebut:
“Apabila terjadi pelanggaran terhadap pelaksanaan Peraturan Desa yang telah ditetapkan, Badan Permusyawaratan Desa berkewajiban mengingatkan dan menindaklanjuti pelanggaran dimaksud sesuai dengan kewenangan yang dimiliki. Itulah salah satu fungsi pengawasan yang dimiliki oleh Badan Permusyawaratan Desa. Selain Badan Permusyawaratan Desa, masyarakat desa juga mempunyai hak untuk melakukan pengawasan dan evaluasi secara partisipatif terhadap pelaksanaan Peraturan Desa”.
Keempat, apa saja ukuran yang bisa dipakai pada saat melakukan evaluasi dan pengawasan? Salah satu ukuran yang lazim, dan disebut dalam Pasal 69 ayat (2) adalah bertentangan tidaknya suatu Perdes dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Parameter lain disinggung dalam Penjelasan Umum angka 7 UU Desa, yaitu:
- Terganggunya kerukunan antar warga desa;
- Terganggunya akses terhadap pelayanan publik;
- Terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum;
- Terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; dan
- Diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antargolongan, serta gender.
- Peran “melakukan upaya percepatan pembangunan perdesaan” Bersifat Abstrak.
Peran ini merupakan substansi dari asal 115 butir k. Peran ini masih abstrak dibandingkan dengan peran yang lain yang cenderung spesifik mengenai kegiatan tertentu. Kondisi ini perlu dipertimbangkan di dalam penyusunan aturan pelaksanaannya.