3. Ketentuan Khusus Desa Adat
Dalam UU Desa ini, pengaturan mengenai Desa Adat terdapat di Bab XIII, yang terentang dari Pasal 96 hingga Pasal 111. Secara keseluruhan, Bab Desa Adat ini memiliki 16 pasal dan 26 ayat, yang dibagi ke dalam empat topik. Keempat topik tersebut adalah:
Bagian Kesatu : Penataan Desa Adat.
Bagian Kedua : Kewenangan Desa Adat.
Bagian Ketiga : Pemerintahan Desa Adat.
Bagian Keempat : Peraturan Desa Adat.
Untuk memudahkan dalam pemeriksaan dan penelaahan, struktur anotasi atas UU Desa mengikuti pembagian pengaturan dalam UU Desa tersebut, dengan sedikit penyesuaian, dengan maksud agar klasifikasi pembahasan lebih mudah dipahami pembaca. Struktur anotasi yang dimaksud adalah: (1). Penataan Desa Adat; (2). Kewenangan Desa Adat; (3). Pemerintahan Desa Adat dan; (4). Peraturan Desa Adat.
Daftar Isi :
3.1. Penataan Desa Adat
Pasal 96 |
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan penataan kesatuan masyarakat hukum adat dan ditetapkan menjadi Desa Adat. |
Penjelasan |
Penetapan kesatuan masyarakat hukum adat dan Desa Adat yang sudah ada saat ini menjadi Desa Adat hanya dilakukan untuk 1 (satu) kali. |
Pasal 97 |
(1) Penetapan Desa Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 memenuhi syarat: a. kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya secara nyata masih hidup, baik yang bersifat teritorial, genealogis, maupun yang bersifat fungsional; b. kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya dipandang sesuai dengan perkembangan masyarakat; dan c. kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. (2) Kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya yang masih hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memiliki wilayah dan paling kurang memenuhi salah satu atau gabungan unsur adanya: a. masyarakat yang warganya memiliki perasaan bersama dalam kelompok; b. pranata pemerintahan adat; c. harta kekayaan dan/atau benda adat; dan/atau d. perangkat norma hukum adat. (3) Kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dipandang sesuai dengan perkembangan masyarakat apabila: a. keberadaannya telah diakui berdasarkan undang-undang yang berlaku sebagai pencerminan perkembangan nilai yang dianggap ideal dalam masyarakat dewasa ini, baik undang-undang yang bersifat umum maupun bersifat sektoral; dan b. substansi hak tradisional tersebut diakui dan dihormati oleh warga kesatuan masyarakat yang bersangkutan dan masyarakat yang lebih luas serta tidak bertentangan dengan hak asasi manusia. (4) Suatu kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, apabila kesatuan masyarakat hukum adat tersebut tidak mengganggu keberadaan Negara Kesatuan Republik lndonesia sebagai sebuah kesatuan politik dan kesatuan hukum yang: a. tidak mengancam kedaulatan dan integritas Negara Kesatuan Republik lndonesia; dan b. substansi norma hukum adatnya sesuai dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Penjelasan |
Ketentuan ini sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi, yaitu: a. Putusan Nomor 010/PUU-l/2003 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota Batam; b. Putusan Nomor 31/PUU-V/2007 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Tual Di Provinsi Maluku; c. Putusan Nomor 6/PUU-Vl/2008 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali, dan KabupatenBanggai Kepulauan; dan d. Putusan Nomor 35/PUU–X/2012 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. |
Pasal 98 |
(1) Desa Adat ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. (2) Pembentukan Desa Adat setelah penetapan Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan faktor penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, serta pemberdayaan masyarakat Desa, dan sarana prasarana pendukung. |
Penjelasan |
Ayat (1) Yang dimaksud dengan “penetapan Desa Adat” adalah penetapan untuk pertama kalinya. Ayat (2) Cukup jelas. |
Pasal 99 |
(1) Penggabungan Desa Adat dapat dilakukan atas prakarsa dan kesepakatan antar-Desa Adat. (2) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memfasilitasi pelaksanaan penggabungan Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
Penjelasan |
Cukup jelas. |
Pasal 100 |
(1) Status Desa dapat diubah menjadi Desa Adat, kelurahan dapat diubah menjadi Desa Adat, Desa Adat dapat diubah menjadi Desa, dan Desa Adat dapat diubah menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa masyarakat yang bersangkutan melalui Musyawarah Desa dan disetujui oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. (2) Dalam hal Desa diubah menjadi Desa Adat, kekayaan Desa beralih status menjadi kekayaan Desa Adat, dalam hal kelurahan berubah menjadi Desa Adat, kekayaan kelurahan beralih status menjadi kekayaan Desa Adat, dalam hal Desa Adat berubah menjadi Desa, kekayaan Desa Adat beralih status menjadi kekayaan Desa, dan dalam hal Desa Adat berubah menjadi kelurahan, kekayaan Desa Adat beralih status menjadi kekayaan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. |
Penjelasan |
Ayat (1) Perubahan status Desa Adat menjadi kelurahan harus melalui Desa, sebaliknya perubahan status kelurahan menjadi Desa Adat harus melalui Desa. Ayat (2) Cukup jelas. |
Pasal 101 |
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat melakukan penataan Desa Adat. (2) Penataan Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Daerah. (3) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai lampiran peta batas wilayah. |
Penjelasan |
Cukup jelas. |
Pasal 102. |
Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2) berpedoman pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17. |
Penjelasan |
Cukup jelas. |
- Dua (2) tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Putusan Nomor 10/PUU-l/2003 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota Batam;
- Putusan Nomor 31/PUU-V/2007 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Tual Di Provinsi Maluku;
- Putusan Nomor 6/PUU-Vl/2008 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali, dan Kabupaten Banggai Kepulauan; dan
- Putusan Nomor 35/PUU–X/201.
3.2. Kewenangan Desa Adat
Pasal 103 |
Kewenangan Desa Adat berdasarkan hak asal usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a meliputi: a. pengaturan dan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli; b. pengaturan dan pengurusan ulayat atau wilayah adat; c. pelestarian nilai sosial budaya Desa Adat; d. penyelesaian sengketa adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di Desa Adat dalam wilayah yang selaras dengan prinsip hak asasi manusia dengan mengutamakan penyelesaian secara musyawarah; e. penyelenggaraan sidang perdamaian peradilan Desa Adat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; f. pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa Adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di Desa Adat; dan g. pengembangan kehidupan hukum adat sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat Desa Adat. |
Penjelasan |
Huruf a Yang dimaksud dengan “susunan asli” adalah sistem organisasi kehidupan Desa Adat yang dikenal di wilayah masing-masing. Huruf b Yang dimaksud dengan “ulayat atau wilayah adat” adalah wilayah kehidupan suatu kesatuan masyarakat hukum adat. Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas |
Pasal 104 |
Pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan berskala lokal Desa Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a dan huruf b serta Pasal 103 diatur dan diurus oleh Desa Adat dengan memperhatikan prinsip keberagaman. |
Penjelasan |
Yang dimaksud dengan “keberagaman” adalah penyelenggaraan Pemerintahan Desa Adat yang tidak boleh mendiskriminasi kelompok masyarakat tertentu. |
Pasal 105. |
Pelaksanaan kewenangan yang ditugaskan dan pelaksanaan kewenangan tugas lain dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c dan huruf d diurus oleh Desa Adat. |
Penjelasan. |
Cukup jelas |
Pasal 106 |
(1) Penugasan dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah kepada Desa Adat meliputi penyelenggaraan Pemerintahan Desa Adat, pelaksanaan Pembangunan Desa Adat, pembinaan kemasyarakatan Desa Adat, dan pemberdayaan masyarakat Desa Adat. (2) Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan biaya. |
Penjelasan. |
Cukup jelas |
- Menguasai dan/atau memiliki ulayat desa atau ulayat adat;
- Menyelenggarakan pemerintahan sesuai dengan susunan asli;
- Menyelenggarakan institusi (organisasi, nilai, pranata) lokal;
- Menyelesaikan sengketa warga secara adat;
- Melestarikan adat istiadat setempat.
- pengaturan dan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli;
- pengaturan dan pengurusan ulayat atau wilayah adat;
- pelestarian nilai sosial budaya Desa Adat;
- penyelesaian sengketa adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di Desa Adat dalam wilayah yang selaras dengan prinsip hak asasi manusia dengan mengutamakan penyelesaian secara musyawarah;
- penyelenggaraan sidang perdamaian peradilan Desa Adat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa Adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di Desa Adat; dan
- pengembangan kehidupan hukum adat sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat Desa Adat.
3.3. Pemerintahan Desa Adat
Batang Tubuh. |
Pasal 107 |
Pengaturan dan penyelenggaraan Pemerintahan Desa Adat dilaksanakan sesuai dengan hak asal usul dan hukum adat yang berlaku di Desa Adat yang masih hidup serta sesuai dengan perkembangan masyarakat dan tidak bertentangan dengan asas penyelenggaraan Pemerintahan Desa Adat dalam prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. |
Pasal 108 |
Pemerintahan Desa Adat menyelenggarakan fungsi permusyawaratan dan Musyawarah Desa Adat sesuai dengan susunan asli Desa Adat atau dibentuk baru sesuai dengan prakarsa masyarakat Desa Adat. |
Pasal 109 |
Susunan kelembagaan, pengisian jabatan, dan masa jabatan Kepala Desa Adat berdasarkan hukum adat ditetapkan dalam peraturan daerah Provinsi. |
Penjelasan. |
Pasal 107. Cukup jelas Pasal 108. Cukup jelas Pasal 109. Cukup jelas |
- Penghormatan dan pengakuan atas keragaman (kebhinekaan) bentuk dan susunan pemerintahan desa-desa di Indonesia karena sejarah menunjukkan bahwa format pengaturan yang sentralistik dan seragam justru berakibat pada marginalisasi desa dan hilangnya nilai-nilai kearifan lokal dalam tata pemerintahan desa.
- Walaupun keragaman susunan pemerintahan desa dihormati dan diakui, namun dalam undang-undang perlu diatur asas-asas tata kelola pemerintahan yang demokratis. Pemerintahan desa yang demokratis bisa diwujudkan dengan melembagakan partisipasi, transparansi dan akuntabilitas dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Esensi dari tata pemerintahan yang demokratis adalah mendekatkan pemerintahan pada warganya.
- RUU Desa bukan semata-mata mengatur pemerintah desa melainkan sistem pemerintahan desa. Undang-Undang Desa perlu memperjelas sistem Pemerintahan desa, yang meliputi susunan atau struktur pemerintahan desa, tugas pokok dan fungsi dari kelembagaan pemerintahan desa serta pola relasinya.
- Pemerintahan desa yang demokratis hanya terbangun apabila ada saluran dari warga untuk ikut terlibat dalam proses politik-pemerintahan, baik secara langsung maupun melalui perwakilan. Keterlibatan warga dalam proses politik pemerintahan desa bukan hanya dalam konteks artikulasi dan agregasi aspirasi warga, melainkan bagian dari keikutsertaan dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan desa melalui keterlibatan itu juga sebagai upaya membangun “check and balances” dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Dengan demikian salah satu indikator dari pemerintahan yang demokratis adalah keberadaan dan berfungsinya lembaga perwakilan politik warga seperti BPD.
- pengaturan dan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli;
- pengaturan dan pengurusan ulayat atau wilayah adat;
- pelestarian nilai sosial budaya desa adat;
- penyelesaian sengketa adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di desa adat dalam wilayah yang selaras dengan prinsip hak asasi manusia dengan mengutamakan penyelesaian secara musyawarah;
- penyelenggaraan sidang perdamaian peradilan desa adat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban masyarakat desa adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di desa adat; dan
- pengembangan kehidupan hukum adat sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat desa adat.
3.4. Peraturan Desa Adat
Pasal 110 |
Peraturan Desa Adat disesuaikan dengan hukum adat dan norma adat istiadat yang berlaku di Desa Adat sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Penjelasan. |
Cukup jelas |
Pasal 111 |
(1) Ketentuan khusus tentang Desa Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 sampai dengan Pasal 110 hanya berlaku untuk Desa Adat. (2) Ketentuan tentang Desa berlaku juga untuk Desa Adat sepanjang tidak diatur dalam ketentuan khusus tentang Desa Adat. |
Penjelasan. |
Cukup jelas |