7. Kerjasama Desa

    Kerjasama desa diatur dalam bab terpisah dari pembangunan desa dan pembangunan kawasan perdesaan. Meskipun terpisah pengaturannya, kerjasama desa memilki keterkaitan dengan pembangunan desa dan pembangunan kawasan perdesaan. Pengaturan tentang kerjasama antar desa diatur dalam Bab XI Pasal 91-93. Dalam UU Desa ini tidak diatur tentang kerjasama antar-desa dengan pihak ketiga.

    Pada pasal 91, ditegaskan bahwa desa dapat melakukan kerjasama desa. Kerjasama desa dapat dilakukan dalam dua model, yaitu Pertama, kerjasama antar desa dan Kedua, kerjasama dengan pihak ketiga. Kedua model kerjasama ini memiliki tujuan yang sama, yakni mempercepat pembangunan, pelayanan, dan pemberdayaan masyarakat desa.

    Pasal 92 ayat (1) menyebutkan kerjasama antar desa yang dilakukan oleh desa ini meliputi: a.  pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh desa untuk mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing; b. Kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat antar desa; dan c. Bidang kemananan dan ketertiban. Secara hukum, dalam pada ayat (2) disebutkan kerjasama antar desa dituangkan dalam peraturan bersama kepala desa melalui kesepakatan musyawarah antar desa.

    Musyawarah antar desa yang bersepakat untuk melakukan kerjasama desa, membahas hal-hal yang berkaitan dengan:

    1. Pembentukan lembaga antar-Desa;
    2. pelaksanaan program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dapat dilaksanakan melalui skema kerja sama antar-Desa;
    3. perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan program pembangunan antar-Desa;
    4. pengalokasian anggaran untuk Pembangunan Desa, antar-Desa, dan Kawasan Perdesaan;
    5. masukan terhadap program Pemerintah Daerah tempat Desa tersebut berada; dan
    6. kegiatan lainnya yang dapat diselenggarakan melalui kerja sama antar-Desa.

    Dalam melaksanakan kerjasama desa ini, desa membentuk lembaga/badan kerjasama antar desa yang pembentukannya diatur melalui Peraturan Bersama Kepala Desa. Untuk pelayanan usaha antar desa, dapat dibentuk BUM Desa yang kepemilikannya dimiliki oleh 2 desa atau lebih yang melakukan kerjasama desa.

    Pasal 91
    Desa dapat mengadakan kerja sama dengan Desa lain dan/atau kerja sama dengan pihak ketiga.
    Penjelasan
    Cukup jelas.
    Bagian Kesatu Kerja Sama antar-Desa

    Pasal 92

    (1)    Kerja sama antar-Desa meliputi:

    a.    pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh Desa untuk mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing;

    b.    kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat antar-Desa; dan/atau

    c.     bidang keamanan dan ketertiban.

    (2)    Kerja sama antar-Desa dituangkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa melalui kesepakatan musyawarah antar-Desa.

    (3)    Kerja sama antar-Desa dilaksanakan oleh badan kerja sama antar-Desa yang dibentuk melalui Peraturan Bersama Kepala Desa.

    (4)    Musyawarah antar-Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) membahas hal yang berkaitan dengan:

    a.    pembentukan lembaga antar-Desa;

    b.    pelaksanaan program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dapat dilaksanakan melalui skema kerja sama antar-Desa;

    c.     perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan program pembangunan antar-Desa;

    d.    pengalokasian anggaran untuk Pembangunan Desa, antar-Desa, dan Kawasan Perdesaan;

    e.    masukan terhadap program Pemerintah Daerah tempat Desa tersebut berada; dan

    f.      kegiatan lainnya yang dapat diselenggarakan melalui kerja sama antar-Desa.

    (5)    Dalam melaksanakan pembangunan antar-Desa, badan kerja sama antar-Desa dapat membentuk kelompok/lembaga sesuai dengan kebutuhan.

    (6)    Dalam pelayanan usaha antar-Desa dapat dibentuk BUM Desa yang merupakan milik 2 (dua) Desa atau lebih.

    Penjelasan
    Cukup jelas.
    Bagian Kedua Kerja Sama dengan Pihak Ketiga

    Pasal 93

    (1)    Kerja sama Desa dengan pihak ketiga dilakukan untuk mempercepat dan meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.

    (2)    Kerja sama dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimusyawarahkan dalam Musyawarah Desa.

    Penjelasan
    Cukup jelas.

     

    Pembahasan di DPR

    Pada saat menyampaikan pandangan umum tentang RUU Desa di dalam Rapat Pansus 4 April 2012, Menteri Dalam Negeri mewakili Pemerintah tidak secara khusus menyampaikan pernyataan terkait dengan klausul ini. Usulan rumusan pemerintah dalam RUU Desa juga dapat dikatakan sangat sederhana. Di sana dinyatakan bahwa, Desa dapat mengadakan kerjasama antar desa dan kerjasama dengan pihak ketiga yang dimusyawarahkan dengan BPD. Ketentuan lebih lanjut tentang kerjasama antar desa dan kerjasama dengan pihak ketiga lebih lanjut diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    Dasar pemikiran dirumuskannya ketentuan tentang kerjasama antar desa, menurut Naskah Akademik RUU Desa adalah agar kerjasama yang dibangun lebih terarah untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Selama ini peluang kerjasama antar desa yang dibuka oleh UU sebelumnya telah dimanfaatkan oleh elit-elit desa untuk membentuk forum komunikasi dan asosiasi. Sejak tahun 2000, hampir di setiap kabupaten terbentuk forum komunikasi atau asosiasi Kepala Desa maupun Badan Perwakilan Desa (BPD). Tahun-tahun berikutnya asosiasi ini membesar di level provinsi dan nasional, sebagaimana ditunjukkan dengan hadirnya Asosiasi Badan Perwakilan Desa Seluruh Indonesia (ABPEDSI), Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) dan juga Parade Nusantara (Persatuan Perangkat Desa Nusantara). Kemudian juga disusul dengan hadirnya Asosiasi Sekdes Seluruh Indonesia untuk memperjuangkan aspirasi mereka agar segera diangkat menjadi PNS. Berbagai asosasi ini ternyata tumbuh sebagai “organisasi politik” baru yang digunakan sebagai wadah penyaluran aspirasi politik anggotanya, bahkan digunakan untuk menekan dan menantang pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Penyaluran aspirasi politik para pemimpin Desa melalui wadah asosiasi tentu merupakan hak politik yang dijamin oleh konstitusi, tetapi fungsi kerjasama antar Desa tidak diutamakan oleh asosiasi-asosiasi ini.

    Sedangkan pengaturan tentang kerjasama desa dengan pihak ketiga didasari pada maraknya fenomena penguasaan oleh kaum elit (elite capture) di tingkat desa. Dalam Naskah Akademik diuraikan, selama ini di banyak daerah, kepala Desa maupun elit lokal mengambil keputusan sendiri menjual/menyewakan tanah kas Desa atau tanah ulayat kepada pihak ketiga, yang akhirnya hanya menguntungkan elite lokal dan justru merugikan masyarakat. Di banyak daerah, juga seringkali dijumpai pertengkaran antara kepala Desa dengan rakyat karena keputusan pengembangan kawasan maupun kerjasama bisnis yang tidak melibatkan masyarakat.

    Terhadap rumusan draf RUU tersebut, FPKS melalui DIM yang disusun mengusulkan agar dirumuskan klausul yang lebih jelas tentang ruang lingkup bidang yang dikerjasamakan.  Menurut FPKS, kerjasama antar desa dan kerjasama desa dengan pihak ketiga meliputi bidang-bidang: a) peningkatan perekonomian masyarakat desa;  b) peningkatan pelayanan pendidikan;  c) kesehatan; d) pertanian; e) sosial budaya; f) ketertiban; g) tenaga kerja; h) pekerjaan umum; i) keuangan mikro; j) pemanfaatan sumber daya alam dan teknologi tepat guna dengan memperhatikan kelestarian dan keadilan lingkungan; dan k) lain-lain bidang kerjasama yang menjadi kewenangan Desa.

    Sedangkan FPPP mengusulkan ruang lingkup kerjasama tersebut dalam bidang-bidang: a) peningkatan perekonomian masyarakat desa; b) peningkatan pelayanan pendidikan; c) kesehatan; d) sosial budaya; e) ketertiban; f) tenaga kerja; g) pekerjaan umum; h) pemanfaatan sumber daya alam dan teknologi tepat guna dengan memperhatikan kelestarian dan keadilan lingkungan; dan i) lain-lain bidang kerjasama yang menjadi kewenangan desa.

    Meskipun dalam rapat-rapat Pansus, bagian ini tidak terlalu mengemuka, namun terdapat perubahan yang cukup signifikan pada rumusan ini setelah dibahas dalam rapat Timus hingga tanggal 3 Oktober 2013. Jika dalam draft RUU Pemerintah kerjasama antar desa dan kerjasama dengan pihak ketiga menjadi satu bagian, pada rumusan draft hasil Timus ini telah diurai menjadi dua bagian. Pada bagian kerjasama antar desa, bidang yang dikerjasamakan meliputi:

    1. mengembangkan usaha bersama yang dimiliki oleh beberapa Desa;
    2. pelaksanaan kegiatan pelayanan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat antar Desa; dan
    3. bidang keamanan dan ketertiban.

    Sedangkan pada bagian kerjasama dengan pihak ketiga tidak dicantumkan ruang lingkup, tapi hanya disebutkan tujuannya yaitu untuk mempercepat dan meningkatkan kegiatan pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Meskipun tidak sama persis, tetapi substansinya sama dengan klausul pada UU yang disahkan.

    Dalam rumusan hasil rapat Timus ini juga sudah tidak lagi mencantumkan klausul yang menyatakan bahwa ketentuan mengenai kerjasama antar desa dan kerjasama dengan pihak ketiga diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    Selain beberapa perubahan sebagaimana disebutkan di atas, dalam kaitan dengan kerjasama desa ini, UU Desa memandatkan beberapa hal yang tidak diusulkan dalam RUU Pemerintah. Pertama, UU ini memberikan kewenangan untuk membentuk badan kerjasama antar desa sekaligus kewenangan kepada badan tersebut untuk membentuk kelompok/lembaga sesuai dengan kebutuhan. Kedua, UU ini memberikan kewenangan untuk menyelenggarakan musyawarah antar desa. Ketiga, UU ini menyatakan ketentuan tentang Peraturan Bersama Kepala Desa.  Peraturan ini sebagai dasar mengatur penetapan kerjasama antar-Desa dan  pembentukan badan kerjasama antar-desa. Dan Keempat, UU ini memberikan peluang dibentuknya BUM Desa yang dapat dimiliki oleh dua desa atau lebih.

    Tanggapan

    • Pengaturan kerjasama desa lebih detail.

    Secara umum, jika dibandingkan dengan UU sebelumnya, pengaturan tentang kerjasama desa pada UU ini jauh lebih spesifik dan detail. Pengaturan kerjasama desa dalam UU No. 32/2004 terkesan hanya sepintas lalu. Badan kerjasama antar desa, pada UU No. 32/2004 keberadaannya terkesan tidak urgent (penting dan mendesak). Sedangkan pada UU Desa, keberadaan badan kerjasama antar desa secara implisit merupakan suatu keharusan. Mengacu pada klausul ini, kerjasama antar desa hanya dapat dilakukan melalui badan ini.

    • UU Desa memberikan kewenangan secara penuh kepada Desa untuk melakukan kerjasama desa

    Desa mendapat kewenangan penuh untuk melakukan kerjasama desa, mekanisme pelaksanaannya diserahkan kepada Desa dan tidak perlu melaporkannya kepada Bupati/Walikota. Sedangkan jika mengacu pada UU No. 32/2004, pelaksanaan kerjasama antar desa dan kerjasama desa dengan pihak ketiga harus dilaporkan kepada Bupati/Walikota melalui camat. Namun di sisi lain, dengan pengaturan yang  lebih spesifik  justru dapat berdampak pada terbatasnya ruang gerak dalam implementasinya nanti.  Sebagai contoh adalah pengaturan tentang ruang lingkup kerjasama antar-desa. Dengan dibatasinya ruang lingkup sebagaimana dituangkan pada pasal 92 ayat 1, desa tidak memiliki legitimasi untuk mengadakan kerjasama di luar hal-hal diatur tersebut. Ketentuan mengenai Peraturan Bersama Kepala Desa akan memunculkan tantangan tersendiri bagi kepala-kepala desa, sebab ini merupakan hal baru bagi mereka. Kepala desa belum memiliki model bagaimana peraturan ini dirumuskan.

    • Tidak ada pengaturan tentang kerjasama antar-desa dengan pihak ketiga.

    Dalam Bab tentang Kerjasama Desa ini tidak diatur ketentuan tentang kerjasama antar-desa dengan pihak ketiga. Sedangkan pada praktiknya hal ini dapat saja terjadi. Sebagai contoh, dua desa yang telah bekerjasama dalam pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki bersama akan mengembangkan lebih jauh dengan melibatkan investor.  Saat kedua desa ini akan bekerjasama dengan investor tersebut, bagaimana mekanisme yang harus dijalankan? Dalam kondisi kekosongan peraturan tentang hal ini, ada peluang bagi Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengambil alih sebagai pihak yang bekerjasama dengan investor tersebut.

    Ketiadaan panduan ini juga akan menimbulkan kerawanan konflik kewenangan di lapangan, karena ada banyak pemangku kewenangan di desa (di atas satu objek yang sama) seperti Pemerintah Daerah, Perhutani, Perusahaan Umum Daerah dan sebagainya.

    Daftar Isi :

    Update terbaru 14 June 2016.