5.1. Fungsi BPD
Dihubungankan dengan rumusan Pasal 1 angka 4 UU Desa, maka jelas disebutkan bahwa BPD adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan. Ia boleh disebut BPD, bisa juga menggunakan nama lain yang fungsinya sama. Fungsi BPD disebutkan dalam Pasal 55 UU Desa.
Pasal 55 |
Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi:
a. membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa b. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa c. Melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. |
Penjelasan |
Cukup jelas |
Penjelasan Umum UU Desa menjelaskan lebih lanjut mengenai BPD: ”Badan Permusyawaratan Desa merupakan badan permusyawaratan di tingkat desa yang turut membahas dan menyepakati berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Dalam upaya meningkatkan kinerja kelembagaan di tingkat desa, memperkuat kebersamaan, serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, Pemerintah Desa dan/atau Badan Permusyawaratan Desa memfasilitasi penyelenggaraan musyawarah desa”.
Pembahasan di DPR
Dalam proses awal masuknya RUU Desa ke DPR, Pemerintah secara tidak langsung mengakui bahwa BPD sudah diatur dalam perundang-undangan sebelumnya. Mengenai fungsi, misalnya, diatur dalam Pasal 209 UU No. 32/2004, yang menyebutkan ’BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung, dan menyalurkan aspirasi masyarakat’.
Naskah Akademik RUU Desa menggunakan istilah Badan Perwakilan Desa yang menjalankan fungsi artikulasi dan agregasi kepentingan warga desa, fungsi legislasi, fungsi budgeting, dan fungsi pengawasan. Penyusun Naskah Akademik berharap BPD adalah lembaga yang bekerja penuh bukan sambilan. ”Jika BPD hanya sebagai pekerjaan sambilan, maka ia hanya didominasi oleh kelompok tokoh masyarakat dan PNS, yang berarti tidak mencerminkan keterwakilan banyak kelompok dalam desa. Desain yang full time itu juga sebagai respons dan persiapan untuk menghadapi banyaknya kewenangan dan perencanaan yang didesentralisasi ke desa”.
Pada saat Naskah Akademik itu dituangkan ke dalam rumusan DIM, hanya ada dua fungsi BPD yaitu (a) menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dalam rangka pelaksanaan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa; dan (b) memberikan masukan, saran, dan penyempurnaan dalam perumusan regulasi yang ditetapkan oleh Kepala Desa. Tetapi dalam proses pembahasan DIM, Fraksi PPP mengusulkan penambahan fungsi lain yakni pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa. Bahkan usulan mengenai fungsi BPD terus berkembang. Fraksi Partai Gerindra mengusulkan fungsi tambahan antara lain membentuk panitia pemilihan Kepala Desa, mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa, dan menyampaikan hasil pengawasan beserta rekomendasinya kepada pemerintah daerah yang diusulkan.
Pada saat menyampaikan Keterangan Pemerintah di DPR atas RUU tentang Desa pada tanggal 2 April 2012, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menyebutkan:
”Perubahan yang terkait dengan Badan Permusyawaratan Desa adalah lebih mendudukkan pada fungsi Badan Permusyawaratan Desa sebagai lembaga permusyawaratan dan permufakatan dalam menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat yang berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat”.
Pandangan Fraksi Partai Golkar, seperti dibacakan Ali Wongso Sinaga, pada rapat 11 Desember 2013, mengapresiasi perubahan yang diusulkan pemerintah mengenai BPD. Bagi Golkar, penguatan BPD dan musyawarah desa adalah bagian dari penguatan demokrasi di desa.
”Penguatan demokrasi di perdesaan dengan keberadaan Musdes dan kewenangan Badan Permusyawaratan Desa sebagai wujud perwakilan masyarakat desa yang berfungsi untuk membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, dan melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa”.
Masuknya frasa ’atau yang disebut dengan nama lain’ dalam definisi BPD berkaitan dengan pembahasan di DPR, yang mengingatkan fakta lembaga-lembaga sejenis di sejumlah daerah yang sudah dikenal selama ini. Otto Syamsudin Ishak, anggota Komnas HAM selaku pakar yang diundang, dalam RDPU 28 Juni 2012, mengatakan:
”Karena, ini hal kedua, bahwa perkembangan antardesa itu kan tidak sama…seperti kita diskusi di Yogya ya kan, misalnya BPD, itu tidak masalah. Mereka evolusinya. Konfirmasinya itu mudah…dari lembaga genuine, asli desa terus jadi LMD, LKMD, itu gampang, begitu. Terus berubah lagi jadi BPD, gampang itu. Tapi kalau daerah-daerah, itu tidak mudah. Jadi ini juga harus dipertimbangkan, begitu. Karena itu fokus utamanya harus jelas”.
Forum Wali Nagari (Forwana) Sumatera Barat juga meminta agar peran BPD tidak diamputasi karena akan menjadi penyeimbang atas kekuasaan Kepala Desa. H. Anwar Maksum, Ketua Forwana, menyampaikan pandangan dalam RDPU tanggal 10 Oktober 2012:
”Penguatan pemerintahan desa merupakan suatu keharusan dalam rangka mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat; sementara kami melihat dalam draf RUU yang ada sekarang dihilangkannya klausula pemerintah yang ini berarti Badan Permusyawaratan Desa atau BPD bukan lagi penyelenggara bagi pemerintahan desa bersama dengan Kepala Desa, dan memposisikan Kepala Desa sebagai penguasa tunggal bagi desa. RUU ini memposisikan BPD sebagai lembaga kemasyarakatan yang hanya berfungsi untuk menampung dan menyalurkan aspirasi untuk masyarakat. Kondisi ini sangat berbahaya bagi perkembangan demokrasi di tingkat desa. Gambaran RUU ini seakan mengembalikan semangat UU No. 5 Tahun 1979 yang sentralistik”.
Pada akhirnya, untuk mengatasi kekhawatiran amputasi kewenangan BPD, ditegaskan bahwa BPD adalah lembaga yang menjalankan fungsi pemerintahan (Pasal 1 angka 4). Pada Rapat Paripurna DPR 18 Desember 2013, Ketua Pansus RUU Desa, Akhmad Muqowwam, kembali menyinggung fungsi BPD sebagai ’badan permusyawaratan di tingkat desa yang turut membahas dan menyepakati berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa’.
Tanggapan
Seperti disebutkan dalam UU Desa, pemerintahan desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat. Pemerintahan itu dilaksanakan oleh pemerintah desa yang terdiri atas Kepala Desa (atau nama lain) dan perangkat desa. Tetapi ternyata, BPD juga dianggap sebagai lembaga yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan.
Secara teoritik, pemerintahan memang bisa dilihat dalam arti luas dan arti sempit. Umumnya pemerintahan dalam arti luas merujuk pada trias politica Montesquieu, yakni Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif. Dalam arti luas pemerintahan mencakup pula DPR, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan lembaga-lembaga negara lainnya. Sedangkan pemerintahan dalam arti sempit adalah presiden dan jajaran pemerintahannya.[12]
Berkaitan dengan fungsi BPD, maka penting untuk membandingkan UU Desa dengan UU No. 32/2004. Pasal 209 UU No. 32/2004 hanya menyebutkan BPD berfungsi: (i) menetapkan aturan desa bersama Kepala Desa; dan (ii) menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Sedangkan UU Desa menambahkan (iii) fungsi pengawasan, yaitu fungsi mengawasi kinerja Kepala Desa. Dalam naskah akademik disebutkan BPD memiliki fungsi legislasi, fungsi budgeting, dan fungsi pengawasan
Nama yang dipilih oleh desa tidak harus BPD. Artinya, terbuka kemungkinan menggunakan nama lain sesuai dengan karakteristik desa bersangkutan. Pembentuk UU Desa lebih menitikberatkan pada fungsi permusyawaratan. Dalam dinamika pengaturan desa selama ini, nama yang digunakan memang berbeda untuk lembaga yang berfungsi sejenis.
Tabel
Perbandingan BPD dalam Perundang-Undangan
UU No. 5/1979 |
UU No. 22/1999 | UU No. 32/2004 | UU No. 6/2014 |
Tidak mengenal lembaga legislatif desa. Hanya ada Lembaga Musyawarah Desa yang merupakan unsur pemerintah desa. | Mengenal Badan Perwakilan Desa sebagai lembaga legislatif desa yang berfungsi mengayomi adat istiadat. Bersama pemerintah desa membuat Perdes, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, dan melakukan fungsi pengawasan | Mengenal Badan Permusyawaratan Desa; berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung, dan menyalurkan aspirasi masyarakat. BPD di sini merujuk pada BPD yang disebut dalam UU No. 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. | Mengenal Badan Permusyawaratan Desa sebagai lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan, yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis. |
Daftar Isi :