2. Lahirnya UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa

    Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa (selanjutnya disebut sebagai UU Desa) yang disahkan dan diundangkan pada 15 Januari 2014 lalu lahir melalui proses:

    a. Urgensi Dan Tujuan

    Hampir semua fraksi di DPR dan Pemerintah dalam proses pembahasan telah menyinggung kegagalan perundang-undangan lama dan perlunya peraturan baru tentang Desa. Peraturan baru ini menjadi koreksi terhadap kesalahan-kesalahan aturan lama sekaligus menjadi antisipasi untuk perubahan di masa mendatang.

    Rancangan UU Desa sebenarnya lahir dari proses rapat kerja Komisi II DPR RI periode 2004-2009 dengan jajaran Kementerian Dalam Negeri. Rapat kerja telah menyepakati UU No. 32 Tahun 2004 dipecah menjadi tiga Undang-Undang, yaitu UU tentang Pemerintahan Daerah, UU tentang Pemilihan Kepala Daerah, dan UU tentang Desa. Untuk menindaklanjuti rapat kerja tersebut Menteri Dalam Negeri menerbitkan Surat Keputusan No. 180.05-458 tanggal 1 September 2006 tentang Penyusunan Undang-Undang di Lingkungan Departemen Dalam Negeri, termasuk di dalamnya Undang-Undang tentang Desa.

    Pentingnya UU Desa disampaikan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi seperti tertuang dalam Keterangan Pemerintah tertanggal 2 April 2012 berikut ini:

    Undang-Undang tentang Desa bertujuan hendak mengangkat Desa pada posisi subjek yang terhormat dalam ketatanegaraan Republik Indonesia. Hal lain adalah bahwa pengaturan Desa akan menentukan format Desa yang tepat sesuai dengan konteks keragaman lokal. Penguatan kemandirian Desa melalui Undang-Undang tentang Desa sebenarnya juga menempatkan Desa sebagai subjek pemerintahan dan pembangunan yang betul-betul berangkat dari bawah (bottom up)”.

    Dalam proses pembahasan, Pemerintah dan DPR punya satu pandangan bahwa aturan mengenai Desa dalam UU No. 32 Tahun 2004 sudah tidak memadai. Fraksi Partai Golkar, seperti disampaikan Ibnu Munzir, menyampaikan pandangan yang relevan mengenai urgensi kelahiran UU Desa tersendiri. Pandangan Partai Golkar disampaikan pada 11 Desember 2013, yang pada intinya menyebut tiga hal. Pertama, pengaturan tentang Desa dalam UU No. 32 Tahun 2004 terlalu umum sehingga dalam banyak hal pasal-pasal tentang Desa baru bisa dijalankan setelah lahir PP atau Perda yang cenderung membuat implementasi kewenangan ke Desa bergantung banyak kepada kecepatan Pemda. Kedua, UU No. 32 Tahun 2014 belum secara jelas mengatur tata kewenangan antara pemerintah, Pemda, dan Desa. Ketiga, Desain kelembagaan Pemerintahan Desa belum sempurna sebagai visi dan kebijakan untuk kemandirian, demokrasi dan kesejahteraan Desa.

    Senada dengan Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Amanat Nasional menyampaikan pandangan tentang pentingnya UU Desa, sebagaimana dibacakan H. Totok Daryanto pada 11 Desember 2003, berikut :

    Undang-Undang tentang Desa sangat diperlukan untuk memberdayakan masyarakat Desa dalam perspektif komprehensif yang bisa membuat Desa mampu mengembangkan diri dengan segala potensi yang ada di dalamnya. Dalam konteks tersebut, Undang-Undang tentang Desa harus memberikan legitimasi atau kewenangan bagi Desa untuk mengatur dirinya sendiri”.

    Alasan ini tertuang dalam UU Desa, yang pada pokoknya menjelaskan bahwa pengaturan selama ini belum cukup melindungi kepentingan masyarakat desa. Peraturan tentang Desa menghadapi tantangan terbesarnya ketika berhadapan dengan jumlah desa yang sangat banyak di Indonesia. Hukum sudah tidak lagi mampu mengimbangi laju perkembangan utamanya berkaitan dengan eksistensi desa termasuk masyarakat adat di dalamnya terhadap perkembangan zaman sehingga menimbulkan kesenjangan sosial, pada akhirnya akan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa[12].

    Pembentuk Undang-Undang Desa merasa perlu untuk mencantumkan poin penting yang perlu dijelaskan selain dasar Pemikiran, asas pengaturan, dan materi muatan. Tujuan ini sebenarnya berhubungan dengan pentingnya pengaturan Desa dengan undang-undang tersendiri. Tujuan ini dilandasi Pemikiran pembentuk undang-undang agar UU Desa diselaraskan dengan konstitusi, yaitu ‘penjabaran lebih lanjut Pasal 18 ayat (7) dan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945.

    Ketika menyampaikan “pendapat mini” atas RUU Desa, Fraksi PPP secara khusus juga menyinggung tujuan tersebut. Menurut Fraksi PPP ada lima tujuan UU Desa, yaitu (i) pengakuan, penghormatan dan perlindungan terhadap otonomi asli yang bersumber dari hak asal usul sehingga Desa terdiri atas Desa dan Desa adat; (ii) keinginan membentuk Pemerintahan Desa yang modern, yaitu professional, efisien dan efektif, terbuka dan bertanggung jawab. Namun Desa juga tetap memelihara nilai-nilai lokal sekaligus bisa mengikuti perkembangan zaman; (iii) adanya semangat meningkatkan pelayanan publik agar lebih berkualitas untuk menjawab tuntutan karena masyarakat semakin cerdas; (iv) mengakselarasi pembangunan untuk memajukan dan menyejahterakan masyarakat agar Desa tidak ditinggalkan penduduknya; dan (v) pemberdayaan dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan pembangunan di pedesaan.

    Sedangkan dalam Penjelasan Umum UU Desa, tujuan pengaturan tentang Desa adalah :

    1. Memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya NKRI.
    2. Memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
    3. Melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa.
    4. Mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan asset Desa guna kesejahteraan bersama.
    5. Membentuk Pemerintahan Desa yang professional, efisien dan efektif, terbuka serta bertanggung jawab.
    6. Meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum.
    7. Meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional.
    8. Memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan
    9. Memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.

    b. Dua Tahun Pembahasan

     Gagasan Awal

    Sebenarnya gagasan untuk melahirkan suatu Undang-Undang khusus tentang Desa sudah berkali-kali muncul. Data itu setidaknya terungkap dari penjelasan Ketua Pansus RUU Desa, Khatibul Umam Wiranu, pada Rapat Dengar Pendapat Umum tanggal 28 Juni 2012. Dalam rapat itu, Khatibul menjelaskan bahwa pada periode 1999-2004 Pemerintah pernah mengajukan RUU tentang Desa tetapi ditolak DPR. Lalu pada periode 2004-2009 DPR mengajukan RUU Pembangunan Desa tetapi ditolak Pemerintah. Usulan ketiga adalah RUU Desa dari Pemerintah.

    Khusus untuk RUU Desa yang diusulkan terakhir, salinan dokumen-dokumen yang diperoleh tim anotasi menyebutkan bahwa proses pembahasan pentingnya RUU tentang Desa muncul dalam rapat-rapat kerja Komisi II DPR dengan pemerintah dalam kurun waktu 2004-2009. Langkah yang ingin ditempuh adalah memecah UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi tiga undang-undang. Sebagai tindak lanjut kesepakatan itu, Kementerian Dalam Negeri menyiapkan sebuah Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Desa (2011).

    Daftar Isi :

    Update terbaru 16 May 2016.