Orang Kota Panik Resesi, Orang Desa Sibuk Bertani.
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  

Sebagian orang Jakarta panik. Resesi mengintai begitu dekat. terdapat yg pribadi menarik duitnya dari bank serta mencari aset aman mirip emas dan dolar AS, adapula yg menyiapkan segala ubo rampe agar terhindar asal akibat negatif resesi.

Jauh asal hiruk pikuk ‘resesa – resesi’ ala orang pusat alias orpus, ratusan kilometer berasal Jakarta, masyarakat di sebuah daerah pada Jawa Tengah tetap hayati mirip di umumnya.

Mereka permanen pergi ke sawah, ke pasar, serta yg punya perjuangan ya tetap menjalankan usahanya. hayati masih normal.

yg berbeda cuma satu, jika ke pasar, kecuali pada sawah, mereka tetap menggunakan masker. warga desa sangat paham dan patuh pada anjuran pemerintah, Corona atau Covid-19 sangat bahaya. Buktinya, waktu pemerintah pusat serta DKI Jakarta sibuk pilih kata lockdown atau PSBB, pada sejumlah desa pada penjuru Jateng sudah menerapkan lockdown lokal.

Kendati demikian, tidak bisa dipungkuri syarat kota dan desa tak mampu disamakan. Orang desa cukup rata, sedangkan orang kota oriflame beauty cukup tidak sejenis. Selain itu struktur ekonomi yang menggerakkan perekonomian ke 2 tipikal masyarakat ini jua tidak selaras. Desa lazim menggunakan pertanian. Kota lazim dengan bisnis non pertanian.

Jadi sebenarnya sangat masuk akal ketika pandemi terjadi dan secara kebetulan episentrum persebaran virusnya pada perkotaan, ekonomi perkotaan pribadi ngedrop.

semua indikator perekonomian yang dikendalikan dari perkotaan langsung rontok. Manufaktur, perdagangan, dan konstruksi pokoknya seluruh usaha yang dimiliki dan dijalankan orang kota jeblok. Hal ini tidak sama dengan pedesaan, yang meski susah, tetapi jauh berasal ribut-ribut resesi.

Data Badan pusat Statistik (BPS) kuartal II/2020 mengonfirmasi gejala tadi. Manufaktur serta perdagangan misalnya, 2 sektor utama penopang perekonomian masing-masing tercatat minus 6,19 % serta minus 7,57 persen.

kebalikannya, pertanian yg kurang banyak diperhatikan pemerintah, mampu tumbuh positif di angka 2,19 persen. donasi pertanian ke produk domestik bruto (PDB) juga melesat dari 13,57 persen menjadi 15,46 persen year on year.

“Pertumbuhan pertanian ini mengurangi laju kontraksi ekonomi,” istilah ketua BPS Suhariyanto, pada kabar resminya pekan kemudian.

Berpijak pada data tadi, pertanian lagi-lagi sebagai salah satu sektor yg bisa bertahan berasal banyak sekali krisis. Tahun 1998, misalnya, ketika semua sektor rontok dampak krisis, pertanian masih mampu tumbuh 0,26 %. kondisi serupa terjadi di 2008, bahkan pada tahun ini sektor pertanian bisa tumbuh 4,8 persen.

Hanya saja, beberapa hari ini ini muncul pertanyaan, hingga kapan pertanian bisa menjadi bumper ekonomi di waktu syarat sulit? Apalagi, di ketika yang sama, kebijakan betonisasi serta industrialisasi pemerintah sudah menyebabkan alih fungsi huma yang begitu massif di sentrasentra pertanian, khususnya pada Jawa.

Padahal Jawa, bukan sok Jawasentris, masih menjadi lumbung pangan nasional. 3 provinsi pada Jawa yakni Jawa Tengah, Jawa Timur, serta Jawa Barat masih mendominasi produksi padi nasional. Kajian terakhir BPS jumlah produksi padi pada tiga wilayah pada 2019 masing-masing 9,65 juta ton, 9,58 juta ton, serta 9,08 juta ton.

pada sisi lain, kebijakan pemerintah yang memang sedang getol mendorong investasi berbasis industri, sudah mengancam eksistensi pertanian, terutama padi yang menjadi bahan kuliner pokok primer rakyat Indonesia.

keberadaan Pepres No.79/2019 yang menekankan pembangunan infrastruktur berskala besar pada dua provinsi yakni Jawa Tengah dan Jawa Timur sudah memicu wilayah mengganti rapikan ruangnya. yg semula lahan pertanian menjadi daerah industri atau jalanan berbeton tebal.

dampak konversi huma yg begitu massif lahan pertanian makin sempit. Data luas baku huma sawah nasional hanya tersisa sebanyak 7,46 juta hektare atau menyusut 287 ribu hektare. ialah, ke depan bukan hanya mala ekologis yg akan mengancam, namun krisis serta kedaulatan pangan akan sebagai pertaruhan.

pengaruh berasal semua problem itu merupakan krisis pangan dan ketergantungan terhadap impor makin semakin tinggi. Selain itu kesejahteraan para petani telah pasti akan terus menurun.

menjadi contoh nilai tukar petani nasional (campuran) per Juli 2020 sebesar 100.9. nomor ini turun drastis asal posisi 104,16 pada Januari 2020. Nah, kombinasi dan kompleksitas global pertanian ini bisa sebagai bom saat Jika tidak dikelola dengan baik.

khusus tahun ini, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) pada publikasinya belum usang ini mewanti-wanti lonjakan harga pangan di kuartal IV/2020. Jika siklus kenaikan harga beras ini tidak di kelola dengan baik, begitu istilah mereka, dikhawatirkan rally recovery resesi ekonomi akan panjang. serta ini tentu kabar buruk bagi kita semua, mahluk ekonomi.


1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

FavoriteLoadingFavorit

Tentang penulis