Surat Terbuka (Usuan) Kepada POKJA MASYARAKAT SIPIL DESA MEMBANGUN INDONESIA
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  

Kepada Yth.

Kelompok Kerja Masyarakat Sipil Desa Membangun Indonesia (POKJA DMI)

Di Tempat

Sebagaimana sering disampaikan Menteri Desa, Pembangunan Desa Tertinggal, dan Transmigrasi, Marwan Jafar, bahwa pada tahun 2016 ini Kementerian merangkul semua kalangan dalam kerangka implementasi UU Desa.  Diantara tindakan yang diambil dengan membentuk tiga “regu kerja”, meliputi: Satgas Dana Desa, Forum Perguruan Tinggi Desa Membangun Indonesia, dan Kelompk Kerja Masyarakat Sipil Desa Membangun Indonesia (POKJA DMI).  Masyarakat tentu berharap POKJA segera membuahkan hasil yang dapat dirasakan secara nyata.  Untuk tujuan tersebut surat terbuka ini kami kirimkan dengan harapan menjadi masukan bagi program-program yang segera bisa dijalankan oleh POKJA

POKJA DMI dibentuk untuk menggerakkan partisipasi masyarakat sebagai salah satu pilar implementasi Undang Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa (UU Desa). Saya mengusulkan POKJA ini mengembangkan misi memfasilitasi terbentuknya kekuatan warga agar memiliki kemampuan dalam melakukan kontrol tata kelola pemerintahan di berbagai level dan mendukung implementasi kebijakan yang selaras dengan UU Desa. Tujuan tersebut membutuhkan pengembangan kelembagaan secara terus-menerus sehingga diharapkan dari POKJA akan dilahirkan sinergi para pihak dalam bentuk gerakan bersama.

Setidaknya ada beberapa unsur-unsur strategis dalam gerakan yang harus dirangkul meliputi: (a) masyarakat desa pada umumnya (atau yang siering dikenal dengan pendekatan teritorial/kewilayahan) yang dapat didekati melalui para pendamping desa dan NGO (masyarakat sipil lainnya) yang bekerja langsung dalam isu implementasi UU Desa, (b) Kelompok masyarakat sektoral yang dapat didekati melalui organisasi masyarakat terorganisir seperti kelompok tani, nelayan, pedangang, dan NGO yang bergerak dalam pendampingan isu sektoral dan unsur lain yang sejenis; serta (c) Pemerintahan desa sebagai pimpinan komunitas/masyarakat dan penggerak partisipasi masyarakat secara alami. Pemerintahan desa ini sekarang terwadahi dalam APDESI (Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia). Disamping itu gerakan POKJA juga penting merangkul gerakan perguruan tinggi yang pro-aktif mendorong implementasi UU Desa.

Sejumlah program yang menurut hemat kami selaras antara lain, sebagai berikut:

A. Memastikan kebijakan turunan UU Desa selaras dengan UU Desa dan sesuai dengan kemampuan masyarakat.  Review implementasi kebijakan turunan UU Desa, terutama pada tingkat nasional dan dalam perspektif untuk mendukung tumbuh kembangnya gerakan masyarakat desa merupakan hal yang strategis, yang dapat dilakukan antara lain melalui:

  1. Pemanfaatan ICT untuk menggali informasi kesiapan dan respon masyarakat desa terhadap usulan kebijakan atau rencana implementasi kebijakan baru. Salah satu media yang bisa dimanfaatkan adalah platform berbasiskan website www.kedesa.id dan aplikasi lain dan ditindaklanjuti dengan forum-forum offline yang melibatkan stakeholder multi pihak berkaitan implementasi UU Desa (terutama para pengambil kebijakan).
  2. Riset lapangan (field research) untuk mendapatkan update informasi tentang: implementasi kebijakan UU Desa dan turunannya, pola-polanya, varian-variannya, route implementasi, efektifitas penerapan kebijakan, dampak positif dan negatifnya serta kebutuhan lain dalam mengimplementasikan kebijakan di lapangan.[2]
  3. Fasilitasi pertemuan[3] bagi NGO yang melaksanakan riset kebijakan, piloting implementasi kebijakan dan monitoring kebijakan. Sejumlah isu strategis yang penting diangkat meliputi isu-isu dalam Konsensus Desa Memabangun Indonesia, meliputi: agraria dan tata ruang, ekologi desa, pemberdayaan perempuan, pelayanan publik, masyarakat adat, inklusivitas pemerintahan dan pembangunan desa, lumbung ekonomi desa, demokrasi desa dan pemanfaatan teknologi informasi.
  4. Fasilitasi Pertemuan Forum Multi Stakeholders lintas sektor dan lintas kementerian. Pertemuan ini terutama digunakan untuk membahas isu-isu hangat dan kebijakan strategis yang perlu mendapatkan tindaklanjut secara sinergis dan melibatkan banyak aktor. Dalam kebutuhan review kebijakan forum ini menjadi strategis bagi kebutuhan efektifitas implementasi kebijakan dan sharing temuan lapangan atas implementasi kebijakan.

B. Bekerjasama dengan Ke-Sekjen-an Kemendesa untuk Membangun Desk Help Implementasi UU Desa. Menurut hemat kami, banyaknya pengaduan dan pertanyaan dari masyarakat dan para pihak perlu mendapatkan tindak lanjut dan respon cepat.[4] Banyaknya keluhan di lapangan antara lain tentang kurangnya kebijakan yang jelas sebagai pedoman implementasi UU Desa dan kebingungan para pelaksana di lapangan baik pemerintahan desa, pendamping maupun kabupaten/kota. Jika permasalahan ini tidak segera ditindaklanjuti maka sudah barang tentu akan menghambat laju implementasi UU Desa. Demikian juga, semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam membangun pemerintahan desa yang baik akan berdampak semakin mudahnya masyarakat melaporkan kondisi desanya kepada Kemendesa dan stakeholder lainnya, maupun mengajukan pertanyaan yang hanya membutuhkan jawaban klarifikasi informasi.

Pengaduan dan pertanyaan masyarakat tersebut dapat dikategorisasi menjadi 3 jenis, yaitu: (a) permintaan klarifikasi yang membutuhkan informasi kepastian informasi/pedoman, (b) dugaan penyalahgunaan kewenangan yang membutuhkan tindaklanjut berupa investigasi, serta (c) ketiadan aturan yang membutuhkan tindaklanjut berupa kebijakan seperti: surat edaran, surat edaran bersama, keputusan menteri, perarutan menteri, peraturan pemerintah dan jenis aturan lainnya.

Untuk merespon hal tersebut kami mengusulkan kepada POKJA agar bekerjasama dengan Ke-Sekjen-an Kemendesa untuk membangun semacam help desk, dan mengajak kementerian lain sebagai steering commite untuk membahas persoalan yang membutuhkan penanganan lintas kementerian. Desk Help ini secara rutin melakukan pertemuan untuk melaporkan dan mengupdate informasi. Secara teknis Desk Help akan menerima pengaduan dari masyarakat, dan kemudian memilah menjadi 3 jenis di atas (butuh klarifikasi, investigasi dan tindaklanjut kebijakan). Permasalahan yang hanya membutuhkan informasi karena sudah ada pedomannya tinggal dijabawab oleh help desk. Sedangkan informasi yang membutuhkan investigasi dan tindaklanjut kebijakan perlu dikoordinasikan kepada steering commite.

C. Memfasilitasi Terbentuknya (semacam) Forum Multi Stake holder Desa Membangun Indonesia pada tingkat Kabupaten/Kota. Forum ini sebaiknya dimotori oleh kalangan masyarakat sipil dan para pendamping desa untuk berkolabirasi dengan pemerintah kabupaten/kota dalam percepatan implementasi UU Desa. Kami mengusulkan agar POKJA akan memfasilitasi terkonsolidasinya masyarakat sipil, pendamping dan Asosiasi Perangka Desa (APDESI); kemudian POKJA mempertemukan dengan pelaku dari pemerintah kabupaten/kota. Tujuan akhir dari fasilitasi ini adalah memastikan implementasi UU Desa mendapatkan dukungan dari pemerintah kabupaten/kota secara utuh dan memadai, dan selaras degan UU Desa, serta tidak terjadi dishasmoni.[5]

D. Pengembangan Platform Aplikasi Information and Communication Technology  (ICT) bersama untuk mendukung tumbuh kembangnya gerakan masyarakat sipil tingkat desa. Sebagimana dilaporankan Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi bahwa 6% Dana Desa mengalami ketidaktepatan sasaran (cenderung menyimpang dari peruntukan)[6]. Di sisi lain mulai muncul pertanyaan dari sejumlah kalangan “menjadi apa dana desa yang sudah disalurkan tersebut? karena pendampingan peruntukan dana desa menjadi tugas pokok dan fungsi Kemendesa.”

Hadir dan berfungsinya masyarakat sipil tingkat desa diharapkan dapat menjadi alternatif strategi mendorong pengelolaan desa yang baik secara berkelanjutan. Metodenya melalui fasilitasi masyarakat untuk memberikan penilaian terhadap tata kelola desa melalui platform ICT, terutama pada pelibatah kelompok masyarakat kurang beruntung (baik pada akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat yang diperoleh) pada momentum momentum strategis desa maupun pada hasil penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan (indikator kemandirian desa).

Momentum strategis antara lain meliputi perencanaan (musdes), pelaksanaan pembangunan, monitoring, dan pelaporan. Sedangkan hasil penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat dilihat dari pencapaian indikator-indikator kemandirian desa pada institusi yang tumbuh di desa seperti aspek sosial, ekonomi, dan pemerintahan — (institusi tidak terbatas pada kelembagaa namun juga aturan dan sistem yang sudah dilaksanakan dan berjalan). Penilaian masyarakat sipil ini kemudian dipaparkan dalam website yang bisa dilihat bersama, sehingga publik bisa melihat kondisi tata kelola (governance) setiap desa. Tingkat partisipasi masyarakat yang aktif dan produktif diusulkan untuk diberikan penghargaan dari pemerintah melalui Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi.

E. Pengembangan Inovasi, Promosi dan Pemberikan Penghargaan. Terhadap isu-isu strategis UU Desa yang belum mendapatkan praktik secara nyata, terutama yang berkaitan dengan tumbuh kembangnya partisipasi masyarakat, kami mengusulkan agar pokja merencanakan implementasi gagasan inovatif untuk diimplementasikan. Gagasan-gagasan inovatif tersebut selanjutkan dipromosikan melalui berbagai media baik online mapupun offline, melalui media massa, radio dan televise yang menjangkau masyarakat. Pokja juga melakukan assessment kepada desa-desa inovatif untuk mendapatkan penghargaan dari Pemerintah terutama melalui Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi.

F. Pusat Inkubasi BUMDES dan Ekonomi Desa yang demokratis. Assessment para pihak terhadap BUMDES menunjukkan bahwa pengembangan lembaga ini “masih belum duduk”[7] (PATTIRO, 2016). Sebagaimana dimandatkan oleh Permendesa No. 4/2014 Bahwa BUMDES dikelola oleh pemerintahan desa melalui (Kepala Desa) bersama masayarakat desa. Kenyataannya BUMDES yang ada banyak yang masih dikelola langsung oleh kepala desa (sebagai team leader).[8]  Hal ini antara lain disebabkan oleh alasan kepercayaan kepala desa kepada person yang dipercaya mengawal pembentukan dan pengembangan BUMDES, pengurus belum memiliki kemampuan teknis untuk menjalankan usaha BUMDES; bahkan kepala desa harus berbagi waktu yang berimbang antara urusan pengembangan BUMDES dengan menjalankan fungsinya sebagai pemerintahan desa. Jika hal itu sebagai fase awal pengembangan eknomi desa, keterlibatan kepala desa secara penuh ini tidak menjadi masalah. Namun jika tata kelola ini berkelanjutan dan tidak memberikan akses, partisipasi, kontrol dan mafaat dari masyarakat tentu akan menimbulkan kesejangan baru. Sebaliknya di wilayah lain ada usaha ekonomi desa yang pada awalnya menggunakan sumberdaya masyarakat, setelah berkembang dan melayani masyarakat tidak lagi memiliki keterkaitan langsung dengan pemerintahan desa.

POKJA penting untuk memahami fenomena ini, dan mengambil pembelajaran tentang peta jalan pengembangan usaha BUMDES. Harus diakui bahwa kemampuan berswirausaha (enterpreneruship) masyarakat desa masih perlu ditingkatkan teruma ketika harus menciptakan usaha baru yang bisa dikerjakan oleh masyarakat desa dan bersinergi dengan pemerintahan desa. Bagi desa yang masih memiliki potensi sumberdaya alam, mungkin lebih cepat untuk mengembangkan usaha BUMDES. Namun desa yang tidak lagi memiliki potensi sumber daya, mereka membutuhkan perencanaan usaha yang bisa menggerakkan usaha ekonomi desa dan peran BUMDES. Pada gilirannya usaha BUMDES akan berfungsi menstimulasi pengembangan ekonomi desa, menyediakan akses permodalan yang mudah (usaha simpan pinjam), membuka lapangan kerja baru dan manfaat lainnya.  Disinilah arti penting keterlibatan POKJA dalam mempercepat terbentuk dan berfungsinya BUMDES.

G. Mengawal Reformasi Agraria Berbasiskan Desa.  Banyaknya kasus konflik agraria di desa menjadi salah satu penyebab kemiskinan yang terus-menerus melanda desa, karena masyarakat desa tidak lagi memiliki lahan sebagai modal untuk berporduksi. Kami mengusulkan, POKJA aktif mengusung Reformasi agraria yang tidak hanya terbatas pada redistribusi kepemilikan lahan, namun juga pemenfaatan lahan dan tata kelola dan tata niaga komodistas yang dihasilkan dengan pertanian di desa.

Demikian surat terbuka ini kami sampaikan, agar menjedi pertimbangan bagi POKJA untuk mengefektifkan kerja-kerja yang akan dilakukan, dan semoga segera menghasilkan kerja nyata bagi Ibu Pertiwi.

Salam,

Ahmad Rofik[1]

————————————

[1] Pegiat PATTIRO, sedang mengembangkan platform sharing bersama implementasi UU Desa untuk review kebijakan melalui penerapan Information and Communication Technology (ICT) www.kedesa.id. Platform ini menyediakan kepada user (publik) –terutama stakeholder implementasi UU Desa– untuk berbagi: informasi, gagasan/opini, cerita baik dalam bentuk arikel melalui blog (model kompasiana); forum diskusi untuk membahas isu-isu hangat implementasi UU Desa (model kaskus); sharing repository (perpustakaan) hasil riset, cerita baik, pembelajaran, modul/manual, buku, video, foto, podcast (rekanam suara); anotasi UU Desa versi online yang memungkinkan pengunjung memberikan tambahan tafsir sesuai pengalaman dalam laman wikidesa; serta konsultasi permasalahan implementasi UU Desa yang diasuh oleh pihak yang berkopenten.   Pada saat ini baru terselesaikan 2 modul yaitu blog dan forum bisa digunakan oleh publik per 10 Maret 2016 melalui model pengisian isi secara bersama.

[2] Baik pemanfaatan ICT dan riset lapangan tidak harus dilakukan oleh POKJA, namun bisa dikerjakan oleh NGO / LSM atau Perguruan Tinggi. POKJA menjadi penerima manfaat (pengguna) hasil riset.

[3] Antara lain FGD, Workshop, perumusan usulan bersama terutama hasil kerja. Dalam Hal ini POKJA sebagai penerima manfaata dari hasil kerja NGO

[4] Sejak dari Awal Implementasi UU Desa, PATTIRO mendapatkan informasi tentang banyaknya pertanyaan dari Pemerintah Daerah kepada Kemendesa, PDT dan Transmigrasi (2014). Saat ini pertanyaan juga masih mengalir melalui akun twitter @kemendesa, maupun group diskusi yang melibatkan pelaksana di lapangan (misalnya melalui group Whats app: kedesa.id) yang saya moderator dan diikuti oleh pendamping desa, pemerintah kabupaten, maupun pemerintah desa.

[5] Sebagai salah satu contoh keberpihakan Pemerintah Daearah Dalam Perencanaan lebih megnembangkan MUSRENBANG Kabupaten/Kota yang diletakkan mulai dari level desa. Sehingga Musrenbang baru difasilitasi mulai bulan Januari. Padalah UU Desa menyatakan MUSDES dilakasnakan Juli-September. Pemerintah juga belum memilah usulan masyarakat yang bisa dilaksanakan dengan kewenangan desa dan APBDesa (termasuk dana desa), dengan kewenangan pemerintahan di atasnya (supradesa)

[6] Sebagaimana disampiakan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi dalam launching Buku “Kebangkitan Desa” dan dipublikasikan dalam akun twitter @kemendesa

[7] Istilah ini meminjam dari Sutoro Eko, untuk menyebut posisi dan penempatan serta fungsi yang semestinya dilakukan. Banyak komponen dalam implementasi UU Desa ini seolah telah dilaksanakan namun tidak tepat, dalam bahasa jawa dikenal istilah tidak “pener”.

[8] BUMDES Pengelolaan Sampah dan Pengelolaan ulang minyak goring bekas di Desa Panggungharjo, Kabupaten Bantul.


1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (2 votes, average: 4.00 out of 5)
Loading...

FavoriteLoadingFavorit

Tentang penulis

Ahmad Rofik

Senior Program Manager di PATTIRO