2. Hak dan Kewajiban Masyarakat Desa

    Ruang lingkup pengaturan Hak Masyarakat Desa diatur yang dalam pasal 68 berkaitan dengan hak untuk meminta dan mendapatkan informasi, memperoleh pelayanan, menyampaikan aspirasi, memilih dan dipilih, dan mendapatkan pengayoman dan perlindungan dari gangguan ketenteraman dan ketertiban.

    Pengaturan hak dan kewajiban masyarakat desa ini telah memperkuat peran masyarakat desa sebagai subjek pembangunan di wilayahnya sendiri, sehingga diharapkan pengaturan ini membuka ruang bagi masyarakat untuk bersifat aktif dalam pembangunan di wilayahnya. Pengaturan ini juga akan membangun kesetaraan dalam memperoleh pelayanan dan hak politik.

    Pasal 68

    (1)  Masyarakat Desa berhak:

    a.       meminta dan mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa;

    b.      memperoleh pelayanan yang sama dan adil;

    c.       menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggung jawab tentang kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa;

    d.      memilih, dipilih, dan/atau ditetapkan menjadi:

    1.      Kepala Desa;

    2.      perangkat Desa;

    3.      anggota Badan Permusyawaratan Desa; atau

    4.      anggota lembaga kemasyarakatan Desa.

    e.       mendapatkan pengayoman dan perlindungan dari gangguan ketenteraman dan ketertiban di Desa.

     

    (2)  Masyarakat Desa berkewajiban:

    a.       membangun diri dan memelihara lingkungan Desa;

    b.      mendorong terciptanya kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa yang baik;

    c.       mendorong terciptanya situasi yang aman, nyaman, dan tenteram di Desa;

    d.      memelihara dan mengembangkan nilai permusyawaratan, permufakatan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan di Desa; dan

    e.      berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di Desa.

    Penjelasan
    Cukup jelas

    Proses Pembahasan di DPR

    Naskah Akademik RUU Desa tidak membahas hak dan kewajiban masyarakat desa dalam satu kajian. Sedangkan pada naskah RUU Desa, hak dan kewajiban masyarakat Desa diatur pada pasal 18 dan 19. Berikut Naskah RUU Desa yang disampaikan kepada DPR oleh Pemerintah melalui Direktorat Pemerintahan Desa Dan Kelurahan, Ditjen Pemberdayaan  Masyarakat Dan Desa, Departemen Dalam Negeri Tahun Tahun 2007:

    RUU Desa
    Pasal 18
     

    Masyarakat desa mempunyai hak :

    a.       mencari, meminta, mengawasi dan memberikan informasi kepada pemerintah desa tentang kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di desanya;

    b.      memperoleh pelayanan yang sama dan adil;

    c.       menyampaikan  saran  dan  pendapat  secara  bertanggung  jawab  tentang  kegiatan  pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di desanya;

    d.      memilih, dipilih dan/atau ditetapkan menjadi kepala desa, perangkat desa lainnya, anggota BPD dan lembaga kemasyarakatan desa; dan

    e.      mendapatkan perlindungan dari ancaman ketentraman dan ketertiban.

    Penjelasan
    Cukup jelas.

     

    Pasal 19
    Masyarakat desa mempunyai kewajiban:

    a.       membela kepentingan lingkungannya;

    b.      membangun diri dan lingkungannya;

    c.       mendorong terciptanya penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan yang baik di desanya;

    d.      mendorong terciptanya situasi yang aman;

    e.       menghadiri musyawarah dan gotongroyong; dan

    f.        ikut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan desa.

    Penjelasan
    Cukup jelas.

     

    Pembahasan tentang Hak dan Kewajiban Masyarakat Desa sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 68 sempat muncul dalam dua kali Raker Pansus RUU Desa. Pada Raker Pansus RUU Desa tanggal 4 April 2012, Fraksi PPP melalui jurubicaranya Drs. Hasrul Azwar, MM menyampaikan bahwa terdapat kaitannya antara partisipasi dengan hak dan kewajiban masyarakat.

    “……..Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa, telah diatur mengenai hak dan kewajiban masyarakat, dibentuknya Badan Permusyawaratan Desa sebagai lembaga permusyawaratan dan permufakatan adanya lembaga kemasyarakatan dan lembaga adat sebagai mitra Pemerintah desa, serta forum masyarakat desa yang berfungsi membahas, mendiskusikan dan mengkoordinasikan program-program strategis yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah desa dan BPD. “

     Pada Raker tanggal 12 Desember 2012, Drs. H. Akhmad Muqowam sebagai Ketua Rapat menyatakan bahwa pembahasan berkaitan dengan hak dan kewajiban masyarakat digabung  menjadi satu cluster  dengan penataan desa dan  kewenangan desa, dengan alasan pasalnya yang sedikit.

    “Lalu yang kedua adalah cluster penataan desa, kewenangan desa, hak dan kewajiban masyarakat dan desa. Itu memuat Bab I, Bab II, Bab III dan Bab IV. Ada di situ adalah penjelasannya substansi di penataan desa bisa dibahas bersama dengan substansi kewenangan desa, serta hak dan kewajiban masyarakat desa, karena pasal yang mengatur terkait kewenangan desa serta hak dan kewajiban masyarakat dan desa hanya sedikit, sehingga pembahasannya bisa digabung di dalam cluster dua ini.”

    Dalam DIM, mengenai hak dan kewajiban Masyarakat Desa digabungkan dengan Desa dalam bentuk pembahasan Hak dan Kewajiban Desa dan Masyarakat Desa. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, dapat dilihat pada 4.2.3 Pembahasan di DPR (untuk Hak dan Kewajiban Desa), pembahasannya hanya berkisar pada perubahan nomor bab, pasal, serta penambahan beberapa kata.

    Tanggapan

    Masyarakat Desa juga merupakan warga negara Indonesia yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat lain. Hak Warga Negara Indonesia terhadap negara telah diatur dalam UUD 1945 dan aturan hukum lainnya yang sebagai penjabaran UUD 1945. Hak-hak warga negara Indonesia yang diperoleh dari negara seperti hak untuk hidup secara layak, dan aman, pelayanan, dan hal lain yang diatur dalam undang-undang. Sementara itu, kewajiban terhadap negara selain kewajiban terhadap masyarakat secara keseluruhan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, juga ada kewajiban yang ditetapkan dengan undang-undang, seperti kewajiban untuk membela negara, dan kewajiban untuk menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    • Apakah Masyarakat hanya Berhak Meminta dan Mendapatkan Informasi saja?

    Pasal 68  ayat (1) huruf (a) UU Desa menyatakan bahwa masyarakat berhak “meminta dan mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa”. Hal ini sedikit berbeda dengan Amanat UUD 1945 Pasal 28F UUD Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”

    Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik di pasal 4 ayat (2) menyatakan bahwa Setiap Orang berhak: (a) melihat dan mengetahui Informasi Publik; (b)  menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh Informasi Publik; (c) mendapatkan salinan Informasi Publik melalui permohonan sesuai dengan Undang-Undang ini; dan/atau (d) menyebarluaskan Informasi Publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hak masyarakat terhadap informasi yang diatur dalam UUD 1945 dan UU No. 14/2008 lebih luas dibanding yang diatur dalam UU Desa. Pada UU Desa, hak yang dimiliki oleh masyarakat hanya pada tataran meminta dan mendapatkan informasi saja.  Sedangkan UUD 1945 dan UU No. 14/2008 mengamanatkan tentang hak masyarakat untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi. Amanat UUD 1945 memungkinkan masyarakat untuk menyebarluaskan informasi yang dimilikinya, sehingga memungkinkan bagi masyarakat maupun kelompok masyarakat untuk terlibat aktif dalam penyebarluasan informasi dan pembangunan di Desa. Pembatasan hak masyarakat hanya meminta dan mendapatkan informasi, tanpa diberikan hak untuk memiliki, menyimpan, mengolah dan menyebarluaskan dapat menimbulkan masalah tersendiri bagi masyarakat. Masalah tersebut dapat muncul apabila Desa tidak proaktif dalam menyebarluaskan informasi di bawah kekuasaannya.

    Berkaitan dengan hak atas informasi bagi masyarakat Desa, Pasal 68 ayat (1) ini berhubungan dengan beberapa pasal yang lain. Ya itu pasal 26 ayat (4) huruf p[4], pasal 27 huruf d[5], pasal 82 ayat (1)[6], ayat (4)[7]; pasal 86 ayat (1)[8], ayat (2)[9], ayat (3)[10], ayat (4)[11], ayat (5)[12], ayat (6)[13], penjelasan pasal 24 huruf d[14]. Selain itu pemenuhan hak masyarakat pada Pasal 68 (1) ini juga berhubungan erat dengan pelaksanaan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

    • Partisipasi Masyarakat Desa, Hak atau Kewajiban?

     Partisipasi Masyarakat dalam pasal 68 ayat 1 huruf (c) dan ayat 2 huruf (e) UU Desa dinyatakan bahwa :

    “hak dan kewajiban Masyarakat Desa dalam berpartisipasi. Pasal 68 ayat 1 huruf (c) menyebutkan bahwa masyarakat desa berhak menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggung jawab tentang kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.  Sementara itu Pasal 68 ayat 2 huruf (e) menyatakan tentang kewajiban masyarakat desa untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di Desa”.

    Sementara itu, UUD 1945 Pasal 28C ayat (2) menyatakan bahwa :

    Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya”.

    Sedangkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Kovenan Hak Sipil dan Politik pasal 19 ayat (1) menyatakan :

    “Setiap orang berhak untuk berpendapat tanpa campur tangan.” dan ayat (2) Setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat; hak ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan pemikiran apapun, terlepas dari pembatasan-pembatasan secara lisan, tertulis, atau dalam bentuk cetakan, karya seni atau melalui media lain sesuai dengan pilihannya.”

    Menurut Moeljarto terdapat beberapa alasan bagi partisipasi masyarakat dalam pembangunan, yaitu : (1) Rakyat adalah fokus sentral dan tujuan terakhir pembangunan, partisipasi merupakan akibat logis dari dalil tersebut; (2) Partisipasi menimbulkan rasa harga diri dan kemampuan pribadi untuk dapat turut serta dalam keputusan penting yang menyangkut masyarakat; (3) Partisipasi menciptakan suatu lingkaran umpan balik arus informasi tentang sikap, aspirasi, kebutuhan dan kondisi daerah yang tanpa keberadaannya akan tidak terungkap. Arus informasi ini tidak dapat dihindari untuk berhasilnya pembangunan; (4) Pembangunan dilaksanakan lebih baik dengan dimulai dari mana rakyat berada dan dari apa yang mereka miliki; (5) Partisipasi memperluas zone (kawasan) penerimaan proyek pembangunan; (6) Partisipasi akan memperluas jangkauan pelayanan pemerintahan kepada seluruh masyarakat; (7) Partisipasi menopang pembangunan; (8) Partisipasi menyediakan lingkungan yang kondusif bagi baik aktualisasi potensi manusia maupun pertumbuhan manusia; (9) Partisipasi merupakan cara yang efektif membangun kemampuan masyarakat untuk pengelolaan program pembangunan guna memenuhi kebutuhan khas daerah; (10) Partisipasi dipandang sebagai pencerminan hak-hak demokratis individu untuk dilibatkan dalam pembangunan mereka sendiri.[15]

    Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Pasal 2 Ayat (4) huruf d menyebutkan bahwa :

    “salah satu tujuan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah meningkatkan Partisipasi Masyarakat. Sehingga Partisipasi masyarakat didorong untuk ada dalam setiap tahapan perencanaan.”

    Sementara itu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, mengatur tetang partisipasi masyarakat dalam bab tersendiri, yaitu Bab XIV. Bab tentang  Partisipasi Masyarakat itu terdiri dari 1 Pasal yaitu Pasal 354. Semangat yang dibangun dalam pengaturan ini adalah pemenuhan hak partisipasi masyarakat oleh negara dengan menyediakan ruang partisipasi.

    Adanya hak masyarakat Desa memiliki konsekuensi terhadap kewajiban desa atau negara untuk untuk menghormati melindungi dan memenuhinya. Sementara itu adanya kewajiban Masyarakat Desa memiliki konsekuensi bagi negara untuk menuntut pelaksanaan kewajiban tersebut dan menyediakan ruang bagi masyarakat yang akan melaksanakan kewajibannya. Sementara itu tidak ada amanat pengaturan secara teknis berkaitan dengan pelaksanaan kewajiban partisipasi masyarakat ini.

    • Bagaimanakah Masyarakat Mendapatkan Hak Pengayoman?

    Pasal 68 ayat (1) huruf e UU Desa mengatakan bahwa Masyarakat Desa berhak untuk mendapatkan pengayoman dan perlindungan dari gangguan ketenteraman dan ketertiban di Desa. Pasal ini sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 28G ayat (1) :

    Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

    Selain itu Pasal ini juga berkaitan dengan Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Sementara itu, dalam rangka menjamin keamanan dan perlindungan terhadap warga negara, UU No. 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Republik Indonesia menggariskan bahwa komponen pertahahan negara terdiri dari (1) Komponen utama yaitu TNI dan cadangan TNI; (2) Komponen dasar yaitu rakyat terlatih (Ratih) yang terdiri dari Relawan Rakyat, Keamanan Rakyat, Perlindungan Rakyat, Ketertiban Umum yang semuanya bersifat kombatan; (3) Komponen pendukung yaitu sarana dan prasarana nasional; dan (4) Komponen khusus, yaitu Perlindungan Masyarakat (Linmas) yang bersifat non kombatan. Melalui UU tersebut sesungguhnya keberadaan Pertahanan Sipil dengan fungsi Perlindungan Masyarakat mendapatkan payung hukum yang kuat dalam rangka memenuhi hak perlindungan bagi warga negara.

    Namun pada era reformasi, UU No. 20/1982 dipecah menjadi UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.  Pada kedua UU itu, keberadaan Perlindungan Masyarakat tidak lagi secara tegas disebutkan. Undang-Undang No. 3/2002 hanya mengatur bahwa komponen-komponen Pertahanan Negara dalam menghadapi bahaya ancaman militer dan non militer terdiri atas tiga komponen yaitu : 1) komponen Utama; 2) Komponen Cadangan, dan 3) Komponen Pendukung yang masing-masing komponen akan diatur dengan undang-undang.

    Jaminan terhadap perlindungan dan keamanan masyarakat selanjutnya menjadi urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Hal ini diatur diatur secara teknis pada UU No 23 Tahun 2014 pada klausul pembentukan polisi pamong praja, khususnya pada pasal 255 Ayat (1) yang menyebutkan bahwa :

     “Satuan polisi pamong praja dibentuk untuk menegakkan Perda dan Perkada,  menyelenggarakan  ketertiban  umum dan ketenteraman, serta menyelenggarakan pelindungan masyarakat. tentang Pemerintahan Daerah.”

    Upaya untuk memenuhi hak pengayoman dan perlindungan Masyarakat Desa tidak ditemukan pengaturan secara teknis pada UU Desa. Hal tersebut semakin sulit dilaksanakan dengan keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) 88 Tahun 2014 yang mencabut Keputusan Presiden (Kepres) 55/1972 tentang Penjempurnan Organisasi Pertahanan Sipil (Hansip) dan Organisasi Perlawanan dan Keamanan Rakjat (Wankamra) Dalam Rangka Penertiban Pelaksanaan Sistim Hankamrata yang selama ini menjadi payung hukum bagi pembentukan Hansip. Pasca keluarnya Perpres tersebut, hansip secara otomatis dibubarkan. Peran perlindungan masyarakat pada tingkat desa tidak memiliki payung lagi. Bagaimana hak masyarakat desa untuk mendapatkan pengayoman dan perlindungan keamanan akan dapat diperoleh? Apakah keberadaan Polisi Pamong Praja hingga Desa? Jika demikian, bagaimana Desa akan melaksanakan kewajibannya untuk memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan pengayoman dan perlindungan? Dengan kata lain, penyerahan kewenangan ke desa dalam kaitannya dengan pengayoman masyarakat masih belum jelas konsepnya.

    Daftar Isi :

    Update terbaru 14 June 2016.