Warga merupakan subyek pembangunan desa
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  

Undang-undang Desa (UUD) No. 6/2014 telah berjalan lebih dari lima tahun. Tetapi masih perlu usaha keras untuk wujudkan warga merupakan subyek pembangunan desa. Warga merupakan subyek pembangunan desa, serta pembangunan desa yang berbasiskan ke tata atur desa yang baik, adalah salah satunya mandat dari UUD No.6/2014 untuk selekasnya direalisasikan. Sampai sekarang, menurut Praktisi Sinau Desa, Syaiful Bijak pemerintah desa, warga desa, serta pemerintah kota (Pemkot) atau pemerintah kabupaten (Pemkab) masih bergelut ke masalah tehnis pencairan dana desa. Dimana pencairan dana desa itu masih seringkali alami keterlambatan. “Masalah keterlambatan pencairan dana desa, bukan masalah remeh, sebab di dalamnya terdapat masalah lemahnya rencana serta tata atur desa. Mengapa telat? Sebab perencanaannya lemah. Mengapa lemah? bisa saja sebab tata kelolanya jelek,” tegasnya, dalam komunitas diskusi Sinau Desa, Rabu (4/3/2020).

Serta, dalam komunitas itu ia memperjelas, sampai sekarang keadaan desa belum terpetakan secara baik. Dicontohkannya, seperti di Kabupaten Malang, yang ada 378 desa, belum dapat dipetakan mana saja desa yang telah berjalan secara baik serta belum berjalan optimal dalam rencana dan tata kelolanya. “Desa yang sebaiknya jadikan penduduknya merupakan subyek, sekarang masih seperti Organisasi Pemerintah Wilayah (OPD) yang tetap disibukkan dengan penyerapan budget. Belum sentuh ke intisari mandat UUD No. 6/2014,” tegasnya.

Ia mengharap, ke depan masalah ini selekasnya teratasi. Beberapa pemegang kebijaksanaan dapat menggerakkan desa untuk mendasarkan pembangunannya ke data yang kuat, rencana yang baik, serta tata atur yang dibarengi kesadaran warga desa merupakan subyek pembangunan. “Keadaan baik ini dapat terwujud jika ada penyelarasan antar pemegang kebijaksanaan, hingga tidak jadikan desa merupakan object, tapi lebih memberi pendampingan untuk menggerakkan desa lebih mandiri,” tegasnya. Kepala Kantor Service Daftar Negara (KPPN), Teddy yang ikut ada jadi narasumber dalam Sinau Desa itu mengutarakan, beberapa usaha telah dikerjakan supaya pencairan dana desa di daerah kerjanya dapat berjalan optimal seperti yang dimandatkan dalam Ketentuan Menteri Keuangan (PMK) No. 205/PMK.07/2019 mengenai Pengendalian Dana Desa.

“Daerah kerja kami untuk pencairan dana desa ini mencakup Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, serta Kota Batu. Totalnya ada 738 desa, dengan alokasi budget ditahun 2020 sampai Rp781,417 miliar. Kami menyimak cara memutihkan wajah terlambatnya pencairan dana desa step pertama ini, sebab ada masalah belum terbitnya ketentuan kepala wilayah, serta ketentuan desa. Kami tentu saja menggerakkan pemda untuk menkonsolidasikan ini,” tegasnya.

Memberi respon masalah desa, terhitung keterlambatan pendistribusian dana desa, Kepala Dinas Pemberdayaan Warga Desa (DPMD) Kabupaten Malang, Suwadji memperjelas, diperlukan sinergitas antar semua pemangku kebijaksanaan untuk membuat desa.

“Sinergitas itu harus dikerjakan mulai tingkat pusat sampai wilayah. Dimana di pusat antar kementrian yang memayungi desa harus kolaborasi dalam keluarkan ketentuan serta kebijaksanaan. Sesaat di wilayah ada juga penguatan pendampingan di desa,” tegasnya.

Menurut dia, seringkali kebijaksanaan serta ketentuan baru berkaitan desa dari pemerintah pusat turun ditengah-tengah jalan. Keadaan ini benar-benar memengaruhi desa. Sesaat, yang diatasi pemda tidak cuma desa.

Berkaitan pencairan dana desa yang masih alami kemoloran, menurut Suwadji dipacu oleh molornya pagu budget yang diterima kabupaten. Pagu global baru bulan November turunya, serta untuk membagi ke desa-desa tidak gampang. Keadaan ini punya pengaruh pada pengaturan ketentuan bupati.

“Untuk tahun 2021, kami memiliki komitmen untuk menjaga rencana secara baik. Kami minta ada penguatan sdm. Semua pendamping desa, serta camat jadi pembina tehnis penyelenggaran desa,” tegasnya.


1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

FavoriteLoadingFavorit

Tentang penulis