Salurkan Air dari Gua, Bermuara pada Kesejahteraan Warga
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  

DI satu rumah di RT 02/ RW 10 Desa Pucung, Kecamatan Eromoko, Kabupaten Wonogiri, awal Desember lalu, beberapa puluh wanita tengah telaten kerja. Mereka menjumput helai untuk helai rambut, selanjutnya dijahit memakai tangan pada kepala patung yang telah dilapis jaring. Kerja dengan tingkat kecermatan yang tinggi sekali itu berbuntut pada rambut palsu atau wig yang akan dikirim ke Yogyakarta.

Salah satu orang pekerja, Mei Sufitri (32), telah mengakhiri hampir separuh sisi kepala. Masyarakat Dukuh Kangkung, Desa Pucung itu menjelaskan, pada saat magang dahulu, dia terima gaji Rp 37.000 /hari. Tetapi bila dia dapat mengakhiri satu kepala, dia terima Rp 42.000. Demikian lulus waktu magang, dia terima gaji Rp 56.000 /hari. “Alhamdulilah, dapat menolong perekonomian keluarga,” kata Mei.

Kerja menolong perekonomian keluarga baru dapat dikerjakan beberapa wanita di Desa Pucung sesudah terima faedah dari air sungai bawah tanah Gua Suruh. Sesudah air dari sungai bawah tanah Gua Suruh diangkat serta dialirkan ke rumah-rumah, masyarakat tak perlu berusaha untuk memperoleh air bersih. Begitu juga pada musim kemarau tahun ini. Mei serta 1.350 keluarga di Desa Pucung tidak kesusahan memperoleh air bersih.

“Sekarang air telah gampang didapatkan. Saya tidak kesusahan cari air untuk penuhi keperluan setiap hari. Demikian perlu air, tinggal membuka kran, air langsung mengucur,” kata Mei. Dalam satu bulan, Mei bayar di antara Rp 30.000 sampai Rp 35.000 untuk pemakaian air itu.

Desa Pucung seluas 1732,16 mtr. persegi, adalah satu diantara desa di lokasi Karst Gunungsewu yang susah memperoleh air di permukaan. Ada pada ketinggian 477 mtr. di atas permukaan laut (mdpl), Desa Pucung memilki 15 dusun. Tujuh dusun salah satunya wilayah gersang serta riskan kekeringan. Yaitu Dusun Brengkut, Gundi, Jalakan, Kangkung, Mijil, Pule serta Turi.

Mei menjelaskan, sepanjang beberapa puluh tahun masyarakat Dusun Kangkung harus berusaha untuk memperoleh air bersih. Sebelum ditemukannya sumber air dari sungai bawah tanah Gua Suruh, Desa Pucung cuma punya satu sumber air. Tetapi waktu musim kemarau, debet airnya benar-benar kecil. Hingga masyarakat yang tidak dapat beli air, harus cari air ke sumber lain untuk penuhi keperluan setiap hari.

Untuk memperoleh air bersih benar-benar kuras waktu dan tenaga. Mei harus berjalan kaki belasan km. untuk memperoleh air bersih di Dusun Pule. Dalam satu hari, Mei harus bolak balik sampai 3x supaya keperluan air tercukupi. Saat pagi hari sesudah memasak, dia ambil air sekalian membersihkan baju. Sore harinya, giliran ambil air untuk minum serta mandi.

Keluarganya tidak dapat beli air sebab harga air benar-benar mahal. Untuk memperoleh air satu tangki dengan volume 4 mtr. kubik, masyarakat harus membelinya seharga Rp 200.000 sampai Rp 250.000. Sesaat hasil panennya cuma cukup untuk penuhi keperluan hidup setiap hari.

“Hasil tanam jagung cuma cukup untuk makan. Suami saya kuli bangunan. Kerja jika ada yang bangun rumah. Untuk penuhi keperluan setiap hari saja, saya terkadang jadi buruh menyiangi tanaman dari jam 07.00 sampai jam 16.00 dengan gaji Rp 30.000. Jika untuk beli air ya kurang. Karena itu saya serta suami tiap hari mengambil air,” tuturnya.

Warga Desa Pucung sebagian besar kerja jadi petani serta buruh, hingga untuk memperoleh air bersih, masyarakat pilih cari sumber air. Beberapa masyarakat pergi ambil air sesudah subuh. Wanita cari air memakai jeriken yang dibawa dengan digendong serta ditenteng, sesaat lelaki cari air memakai kaleng sisa dengan dipikul.

Perjuangan untuk memperoleh air bersih dirasa Purwanti (35), masyarakat Dusun Kangkung yang lain. Purwanti serta suaminya harus juga cari air bersih sebab tidak dapat beli air. “Hasil bertani kurang untuk beli air. Jadi tiap hari saya serta suami harus cari air dengan berjalan kaki. Walau lelah,
sebab air keperluan fundamen, bagaimana juga triknya harus kami kerjakan,” terangnya.

Purwanti serta suaminya harus bolak balik 3x dalam satu hari buat penuhi keperluan setiap hari. Hampir 1/2 hari mereka terkuras untuk cari air bersih di beberapa sumber air. Tetapi, itu cerita kemarin. Sekarang, sekitar 3.364 jiwa masyarakat Desa Pucung sudah nikmati air bersih yang mengambil sumber dari Gua Suruh. Sumber air dari Gua Suruh ditampung dalam tandon-tandon serta mengalir lewat pipa-pipa ke rumah masyarakat.

Bila beberapa tahun awalnya hampir 1/2 hari habis untuk cari air, sekarang berisi pekerjaan ekonomi untuk tingkatkan kesejahteraan keluarga. “Kini kami tak perlu cari air. Beberapa waktu kami pakai untuk kerja buat meningkatkan penghasilan keluarga,” kata Purwanti.
MENGAMBIL AIR: Masyarakat Dusun Kangkung, Desa Pucung, Kecamatan Eromoko, Kabupaten Wonogiri ambil air yang mengambil sumber dari sungai bawah tanah Gua Suruh di kran depan tempat tinggalnya. (suaramerdeka.com / Isnawati)

Penemuan Sumber Air

Mengalirnya air dari sungai bawah tanah Gua Suruh ke rumah-rumah masyarakat di Desa Pucung tidak terlepas dari peranan Joko Sulistyo serta teamnya, Keluarga Mahasiswa Penggemar Alam (KMPA) Giri Bahama Fakultas Geografi Kampus Muhammadiyah Surakarta (UMS). Pada tahun 2001, Joko yang waktu itu jadi ketua divisi caving bersama dengan teamnya temukan sumber air waktu lakukan pencarian goa-goa di Kecamatan Eromoko.

Joko yang lahir di Sragen 5 Maret 1982 itu menjelaskan, seringkali dia serta teamnya masuk ke Kecamatan Eromoko. Dia turut rasakan bagaimana susahnya masyarakat memperoleh air bersih. “Warga benar-benar sulit memperoleh air. Masyarakat harus jalan kaki benar-benar jauh. Beberapa harus beli satu tangki Rp 200.000 yang digunakan sampai dua minggu. Dapat dipikirkan bagaimana ngiritnya mandi. Kami berpikir apa yang dapat kami lakukan untuk menolong menangani kesusahan masyarakat,” terangnya, Minggu (22/12).

Dia serta teamnya selanjutnya lakukan jelajah gua di Kecamatan Eromoko. Ada 13 gua yang dijelajahi. Hasil dari pencarian gua itu, Joko serta teamnya temukan terdapatnya saluran sungai bawah tanah dengan koridor Gua Suruh.

Penemuan sungai di fundamen Gua Suruh itu setelah itu dikatakan ke piranti desa. Terhitung peluang mengusung air sungai untuk mirrorless canon penyediaan keperluan buat masyarakat Desa Pucung. Menurut dia, bila air sungai bawah tanah di Gua Suruh dapat diangkat ke atas, dapat jadi sumber air penambahan buat warga.

Sesudah penemuan itu, sepanjang beberapa waktu KMPA Giri Bahama lakukan riset serta monitoring. “Kami mempelajari perubahan air, makin bertambah ataukah tidak. Debitnya memenuhi ataukah tidak untuk penuhi keperluan warga,” sambungnya.

Hasil dari riset itu didapatkan sungai bawah tanah Gua Suruh punya debet minimum dua liter/detik dengan saluran condong stabil selama tahun. Pada akhirnya pada tahun 2009 KMPA Giri Bahama serta Pemerintah Desa Pucung setuju untuk manfaatkan sungai dari Gua Suruh untuk penuhi keperluan warga.

Masyarakat Desa Pucung bergotong royong untuk wujudkan pembangunan bendungan di Gua Suruh. Nanti, air dalam bendungan akan diangkat serta dialirkan ke permukiman masyarakat. Tetapi pengangkatan air dari dalam gua tidak gampang. Tidak hanya permasalahan dana, Gua Suruh bukan gua wisata yang gampang dibuka. Jadi, butuh tehnik spesial untuk masuk kesana.

Gua Suruh memiliki jarak seputar 1.500 mtr. dari Desa Pucung. Dengan fisik, mulut gua terdapat pada pusat stres atau cekungan. Untuk masuk kesana harus turun melalui lorong vertikal yang sempit sedalam 17 mtr., selanjutnya berjalan kaki lewat jalan horizontal, selanjutnya turun melalui lorong vertikal sedalam 11,5 mtr.. Kemudian berjalan kaki melalui jalan horizontal selama 500 mtr. yang di dalamnya ada sungai bawah tanah.

Untuk wujudkan pembangunan bendungan, masyarakat serta team KMPA Giri Bahama bergerak bersama. Masyarakat memberi tenaga, piranti desa mengupayakan dana, sesaat Joko dan team KMPA Giri Bahama memberikan ketrampilan.

“Kami menanyakan ke rekan-rekan sama-sama Mapala serta PDAM bagaimana tehnik mengusung air dari dalam gua. Bagaimana masih jaga biota serta kehidupan yang telah berada di gua supaya tidak terusik. Sebab ini bukanlah gua wisata, jadi segi keselamatan jadi yang paling penting. Bagaimana pekerja yang melakukan pembangunan selamat, tidak ada halangan,” tuturnya.

Diluar itu, team KMPA Giri Bahama ikut serta ajukan proposal ke beberapa lembaga pemerintah atau swasta. Harapannya, memperoleh dana buat mendanai pembangunan fasilitas pendistribusian air dari dalam Gua Suruh. Tahun 2010, Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia Daerah Jawa Tengah bersedia mendanai pembangunan fasilitas pendistribusian air dari dalam gua suruh. Tetapi, pembangunan belum dapat terealisasi sebab belum diketemukan tehnik menyalurkan air dari fundamen gua ke atas.

Tahun 2012, Desa Pucung mendapatkan alokasi budget dari APBD Kabupaten Wonogiri untuk penyediaan pompa. Proses pengangkatan air dari fundamen Gua Suruh pada akhirnya diawali. Pekerjaan pertama yang dikerjakan membuat bendungan setinggi 70 cm. untuk meningkatkan volume air.

Sebelum pembangunan bendungan diawali, KMPA Giri Bahama memberi training tehnik tali tunggal (single rope technique) pada masyarakat yang akan diikutsertakan dalam pembuatan bendungan. Tehnik ini dipakai untuk mencari gua-gua vertikal dengan memakai satu tali jadi trek untuk naik serta turun medan-medan vertikal.

Tidak hanya diikutsertakan dalam pembangunan bendungan di gua, masyarakat desa diikutsertakan dalam mengangkat material. Karena, jalan akses cuma dapat ditempuh dengan jalan kaki. Material seperti pasir, semen, kerikil dibungkus kecil-kecil, selanjutnya dipikul sampai tempat. Setelah itu, material seputar 15 ton itu di turunkan ke gua.

Sepanjang proses pembangunan bendungan di gua, teamnya bersama dengan beberapa masyarakat yang sejumlah delapan orang harus bermalam di gua. Mereka share pekerjaan. Beberapa membuat bendungan, beberapa yang lain jaga air. Ada pula yang bekerja mengurus mengonsumsi. “Sementara masyarakat yang ada di luar gua bekerja mengirim makanan serta material,” lebih Joko.

Butuh enam bulan untuk membuat bendungan di gua. Pada akhirnya, pada 9 Maret 2013, pekerjaan usai. Air dapat didorong ke atas. Air mengalir deras ke Desa Pucung serta ditampung di bak-bak penampungan yang berada di desa.

Untuk pengendaliannya, pada tahun 2014 dibuat Organisasi Pengendalian Air Bersih “Tirta Gua Suruh”. Pada tahun 2015 dikerjakan penyempurnaan jaringan primer. Masyarakat yang awalnya harus antre di bak-bak penampungan, semenjak 2016 sampai 2017, masyarakat tak perlu mengantre. Karena, telah dikerjakan peningkatan distribusi air berbentuk pemasangan pipa sampai ke rumah masyarakat. Hingga masyarakat dapat ambil air setiap saat mereka perlukan.

Skala Hidup Bertambah

Pendistribusian air dari sungai di Gua Suruh ke rumah-rumah masyarakat bawa efek relevan pada kehidupan masyarakat Desa Pucung. Pendayagunaan air itu meningkatkan suplai air untuk penuhi keperluan masyarakat.

Ketua Organisasi Pengendalian Air Bersih “Tirta Gua Suruh” Suyadi menerangkan, sekarang di Desa Pucung ada empat sumber air yang digunakan masyarakat. Sumur gali yang dibuat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wonogiri, program Penyediaan Air Bersih serta Sanitasi Berbasiskan Warga (Pamsimas), sumur gali yang dibuat swadaya dan air sungai bawah tanah Gua Suruh. “Alhamdulillah, walau tahun ini kemarau panjang, air dari Gua Suruh masih dapat digunakan masyarakat. Pada pucuk musim kemarau, debet airnya dua liter per detik,” terangnya.

Keperluan air rata-rata di tujuh dusun yang riskan kekeringan seputar 22,05 liter perorang /hari. Dengan terangkatnya air dari sungai bawah tanah di Goa Suruh, suplai air makin bertambah jadi 25,68 liter perorang /hari. Dengan penghitungan debet pompa dua liter per detik dikalikan waktu pemompaan 12 jam (43.200 detik) dibagi jumlahnya masyarakat Desa Pucung 3.364 jiwa).

Pendayagunaan sumber air dari sungai bawah tanah Gua Suruh sudah mendesak pengeluaran masyarakat yang memercayakan air bersih lewat pembelian air tangki. Harga air tangki sekitar di antara Rp 200.000 sampai Rp 250.000 dengan volume empat mtr. kubik. (Setiap satu mtr. kubik air seharga Rp 50.000 sampai Rp 62.500). Sesaat biaya air yang diurus Organisasi Pengendalian Air Bersih “Tirta Gua Suruh” cuma Rp 3.000 per meterkubik. Dengan begitu, masyarakat dapat mengirit pengeluaran 16 sampai 20 kali lipat.

Penanggung Jawab (Pj) Kepala Desa Pucung Sularno menjelaskan, pendistribusian air dari Gua Suruh benar-benar berguna buat masyarakat Desa Pucung. “Di sini air benar-benar kurang. Air ada, tetapi tidak dapat memenuhi keperluan warga sebab pada musim kemarau, beberapa kering. Air dari Gua Suruh benar-benar menolong sebab sumber airnya belum pernah kering,” terangnya, Jumat (13/12).

Diluar itu, pendayagunaan air dari sungai bawah tanah Gua Suruh memunculkan efek berganda (multiplier effect) yang bersumber pada penambahan kesejahteraan masyarakat. Dahulu, kata Sularno, pada musim kemarau, masyarakat harus cari air sampai ke luar dusun. Serta beberapa masyarakat harus terpaksa jual ternak seperti kambing atau sapi untuk beli air di mobil tangki keliling.

“Sebab air keperluan fundamen, masyarakat berupaya bagaimana triknya supaya bisa memperoleh air. Jalan kaki ke sumber air, atau jual ternak sebab harga air tangki benar-benar mahal. Satu tangki Rp 250.000,” sambungnya.

Tetapi sesudah terdapatnya penambahan suplai air dari sungai bawah tanah Gua Suruh, masyarakat tak perlu berjalan kaki cari air. Masyarakat tak perlu jual ternak untuk beli air. Waktu yang dahulunya tersita lumayan banyak untuk cari air, sekarang digunakan masyarakat untuk peningkatan ekonomi yang dapat datangkan penghasilan penambahan serta tingkatkan skala hidup keluarga.

Tidak hanya kerja jadi pembuat rambut palsu seperti yang dikerjakan Mei serta Purwanti, beberapa masyarakat buka warung berjualan minuman dan makanan serta pekerjaan ekonomi yang lain. Semua bersumber pada penambahan kesejahteraan keluarga.

Atas peranannya dalam mengalirkan air dari sungai bawah tanah Gua Suruh buat penuhi keperluan masyarakat Desa Pucung, pada tahun 2013, Joko Sulistyo terima animo Semangat Astra Terintegrasi untuk Indonesia (Satu Indonesia) Awards kelompok lingkungan.

Joko menjelaskan, beberapa hadiah yang diterimanya disumbangkan untuk pengendalian air di Desa Pucung. “Untuk meningkatkan perlengkapan serta cadangan pompa jika rusak,” kata Joko.

Lewat pengangkatan air dari sungai bawah tanah Gua Suruh, Joko serta teamnya sudah berperan dalam penambahan prosentase rumah tangga yang memakai sumber air minum bersih. Berdasar Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tubuh Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wonogiri tahun 2018, rumah tangga yang memakai sumber air minum bersih di Kabupaten Wonogro sampai 80,71 %. Meliputi 88,06 % di perkotaan serta telah mencapai 78,07 % rumah tangga di wilayah perdesaan.

Diluar itu tingkatkan akses warga pada air minum wajar. Akses air minum wajar di Kabupatan Wonogiri tahun 2018 tertera 83,16 %. Rumah tangga yang punya akses pada air minum wajar di perkotaan 88,44 %, serta rumah tangga di wilayah perdesaan 81,26 %.

Prosentase rumah tangga yang punya akses pada air minum dari sumber air yang dipandang wajar, bisa dipakai untuk tunjukkan tingkat kesejahteraan. Makin tinggi prosentase rumah tangga yang punya akses pada air minum dari sumber air yang dipandang wajar “Olive” di satu wilayah, tunjukkan makin baik juga derajat kesehatan rumah tangga di wilayah itu.

Selain itu, dari segi kesehatan, pengangkatan air sungai bawah tanah Gua Suruh ikut berperan pada penurunan angka kesakitan. Karena, kurangnya air bersih akan berefek pada permasalahan kesehatan warga. Tahun 2018, angka kesakitan masyarakat di Kabupaten Wonogiri 10,78 %, sedang tahun awalnya 11,26 %.


1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

FavoriteLoadingFavorit

Tentang penulis