•  
  •  
  •  
  •  
  •  

Pandemi Covid-19 berdampak pada penutupan usaha beragam sektor dan hilangnya pekerjaan dan sumber pendapatan sebagian rakyat. Sebagaimana dikutip dari beragam sumber, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat sekitar dua juta orang pekerja sektor formal maupun informal dirumahkan atau terkena pemutusan interaksi kerja.

Di tengah kekalutan ketiadaan penghasilan bagi mereka yg kehilangan pekerjaan, mudik menjadi alternatif rasional meski terbentur kebijakan pemerintah mengenai embargo mudik. Mudik pada konteks pandemi tak hanya karena Lebaran, namun lebih karena urusan menyelamatkan diri & keluarga ketika kehilangan pekerjaan di perantauan.

Masyarakat Transportasi Indonesia mencatat 900.000 lebih orang sudah mudik sebelum Lebaran lalu & diperkirakan terdapat sekitar 1,3 juta orang yang berpotensi mudik dalam masa pandemi ini menggunakan tujuan primer Jawa Tengah.

Desa menjadi tujuan utama mayoritas pemudik sekaligus harapan dalam situasi pandemi ini. Terlepas berdasarkan dilema pemberlakuan anggaran embargo pulang kampung menjadi upaya mencegah persebaran Covid-19, ada hal esensial yg perlu dicermati berdasarkan sudut pandang berbeda: menggali pulang keberadaan ekonomi & sosial desa.

Desa melalui aktivitas pertanian menyediakan bahan pangan, energi kerja, dan bahan standar industri. Kehidupan sosial desa yg ditandai keakraban, kolektivitas, & gotong royong adalah energi sosial yang turut menyokong rakyat desa untuk tetap bertahan di tengah pandemi.

Pertanian identik menggunakan desa. Eksistensi desa dan pertanian tidak bisa diabaikan yg tergambar jelas dalam situasi pandemi ini. Sektor pertanian menegaskan diri menjadi sektor yg relatif bertahan melalui suplai kebutuhan pangan & penyediaan lapangan kerja.

Permintaan bahan pokok dan pergeseran cara transaksi melalui sistem online menunjukkan pangan permanen sebagai komoditas yg selalu dibutuhkan pada segala situasi. Bagi sektor pertanian, situasi ini idealnya sebagai momentum memosisikan diri sebagai sektor yg tidak lagi dimarginalkan.

Sebagaimana dikemukakan Leeuwis (2003), pada beberapa masalah sektor pertanian masih menghadapi permasalahan, yakni bagaimana menaikkan kredibilitas dan citra menjadi sektor ekonomi yg menjanjikan dan bernilai. Demikian juga di Indonesia.

Petani sebagai pelaku utama sektor pertanian secara umum masih memperoleh imbalan yang belum layak atas jerih payah mereka. Bukan rahasia lagi bahwa petani mendapat nilai tukar output pertanian paling rendah dalam mata rantai pemasaran output pertanian.

Kegelisahan mengenai nasib regenerasi sektor pertanian jua masih dirasakan meski kini harus diakui semakin poly generasi muda harga ban irc berkecimpung dalam usaha usaha berbasis pertanian dan peternakan. Membangkitkan pulang eksistensi desa & pertanian perlu dilakukan secara kontinu. Gerakan balik ke desa pernah populer. Demikian pula visi pemerintah buat membangun Indonesia melalui desa.

Semuanya bermuara dalam pembangunan desa & pertanian pada dalamnya diharapkan mempertinggi ekonomi desa sekaligus menarik generasi muda untuk tetap tinggal dan bekerja pada desa. Berkaitan dengan pandemi Covid-19 poly pihak risi terdapat ancaman terhadap ketersediaan pangan nasional maupun global dampak terhambatnya produksi dan distribusi pangan.

Peluang

Di satu sisi, situasi ini perlu disikapi sebagai peluang menaikkan eksistensi sektor pertanian melalui upaya memperkuat pulang ketahanan pangan dan memanfaatkan peluang bisnis berbasis pertanian.

Beberapa upaya dapat dilakukan pada level rumah tangga, rakyat, maupun penghasil kebijakan yang saling bersinergi. Pertama, pemanfaatan lahan pekarangan menggunakan aneka tanaman (warung hidup, apotek hidup). Kedua, aplikasi teknik bercocok tanam pada lahan sempit.

Ketiga, diversifikasi pengolahan dan konsumsi pangan lokal. Keempat, edukasi & promosi pada generasi belia. Kelima, menghidupkan pulang lumbung desa menjadi cadangan pangan. Keenam, pemanfaatan sebagian dana desa buat merintis dan mengembangkan usaha pertanian desa melalui multifungsi pertanian.

Ketujuh, memfasilitasi teknologi dan mekanisasi pertanian. Kedelapan, jaminan penyediaan wahana produksi dan pengairan. Kesembilan, ketersediaan sistem distribusi pangan. Kesepuluh, peningkatan pemanfaatan iuran pertanggungan pertanian.

Kemudian perluasan pasar produk pertanian dan olahan pangan berbasis online dan penguatan sistem informasi dan komunikasi di pedesaan. Mobilitas warga pulang ke desa, donasi penyediaan pangan, dan harapan agar nir terjadi krisis pangan menerangkan desa & pertanian sebagai benteng ketahanan pangan dan sosial pada tengah pandemi Covid-19.

Memanfaatkan peluang dengan permanen memerhatikan keselamatan petani & warga di tengah pandemi harus sebagai pendorong peningkatan keberadaan desa dan pertanian. Parkarsa mewujudkan kenormalan baru sebagai momentum tepat buat merefleksikan lagi keberadaan desa dan pertanian sebagai elemen krusial menjaga eksistensi bangsa dan negara ini.


1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

FavoriteLoadingFavorit

Tentang penulis