Bertani Membangun Desa, Membendung Goda Kerja di Kota
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  

“Terlalu poly petani di desa sini yang kesulitan ketika perlu porto masuk sekolah atau pesantren buat anaknya. Harga gabah yang akan terjadi panen yg rendah, bahkan kadang merugi. Belum lagi poly pemuda desa yg berniat kerja sebagai kuli bangunan di Jakarta. Maka saya pikir wajib terdapat terobosan buat mendongkrak kesejahteraan petani, ” ujar Ajat Anrian (31), Sarjana Pertanian jurusan Teknologi Pangan Universitas Mathlaul Anwar (Unma) Pandeglang.

Berawal dari pemikiran itu, Ajat Andrian lalu mengontak koleganya asal sebuah perusahaan pembibitan.

Targetnya Cuma satu, para petani di Desa Pasir Lancar Kecamatan Sindangresmi, Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten itu, tidak lagi kesulitan porto buat sekolah anaknya.

Gayung Ajat bersambut. Dukungan kolega asal perusahaan benih ternama beliau dapatkan.

“ Membuka pertanian Penangkaran amoorea holtikultura buat membuat benih F1, jauh lebih menguntungkan dibanding Bila bertani biasa. Apalagi buat pemasaran benih akibat panen, perusahaan sudah siap menampung,” kata Ajat, alumni Sekolah Menengah kejuruan Negeri dua Pandeglang, jurusan pertanian, kepada BantenTribun.

Maka pada athun baru 2020, beserta Ruslan Abdulghani, Ajat pun memulai penangkaran holtikulturanya pada lahan seluas 1.250 meter persegi. Seribu batang Timun atau 1 paket, ditanam dilahan yang sudah diolah.

“ Perusahaan menyediakan bibitnya atau benih dan donasi penyuluhnya. Pengolahan, pupuk dan obat-obatan yg diharapkan, pihak kami yg membiayai itu,” kentara aktivis Rekonvasi Bhumi ini.

Panen Timun perdananya relatif menggembirakan. Selain kualitasnya baik, kuantitasnya jua melimpah.

pada 2 bulan semenjak Hari setelah Tanam (HST), laba bersih yg diraup Ajat mampu Rp 9 juta.

Sedangkan buat Semangka, dari 1000 pohon atau 1 paket, laba bersih yang ia peroleh sebanyak Rp 16 juta semenjak HST.

bila dijual pada bentuk komoditas sayuran eksklusif, hasilnya tak sebesar itu. Lagi juga rakyat desa mengaku suka sebab bisa memanfaatkan daging timunnya selesainya diambil bijinya, jadi semacam ada laba ganda,” terangnya.

fakta panen perdananya yg sukses, membuncahkan harapan, menjadi magnet yang mampu menarik pemuda desa yg menganggur dan petani lainnya.

waktu ini, Ajat sudah mempunyai anggota sebanyak 18 orang petani, termasuk berasal kalangan petani muda atau milenial.

Tujuan Ajat tidak lain buat mendorong desanya supaya mampu mandiri serta bertahan di tengah godaan serta gempuran kota.

spesifik buat anak-anak muda desa, aku mengajak bertani, apalagi syarat pandemic waktu ini. dengan bertani penangkaran hortikultura yg sudah kelihatan hasilnya, diharapkan dapat membendung keinginan kerja ke kota besar , apalagi kerja cuma menjadi kuli. Kenapa tak bertani saja membangun desa?” ujarnya.

Penangkaran hortikulturanya memang tidak hanya timun, semangka, terong, tomat juga cabe.

bila panen semangka, poly rakyat desa ramai-ramai turun ikut memanen, karena daging semangkanya bebas dibawa balik atau dimakan setelah bijinya diambil dan dikumpulkan,” terangnya.

berdasarkan Ajat, dia tidak berarti merubah semua petani padi di desanya buat beralih ke penangkaran hortikultura.

dia mengungkapkan, bertani padi permanen dijalankan seperti umumnya, karena penangkaran bisa diubahsuaikan menggunakan kondisi huma serta musim yang ada.

Apa yg dilakukan Ajat Anrian serta para pemuda pada desa dalam berinovasi, kerap kali melampaui inovasi pengelola kebijakan pembangunan pertanian dan pembangunan desa pada level lokal.

namun, upaya ini tetap membutuhkan ‘intervensi‘. keliru satunya artinya intervensi pemerintah dengan memberi fasilitas yang diharapkan.

“Ya, amanah kami akui, para petani penangkaran hortikulura di desa kami memang kadang terkendala modal untuk biaya pupuk, obat atau pengolahan huma. akan tetapi kami pula tidak berharap poly menerima bantuan,” tegas Ajat.

yang pasti, ditengah pandemic corona ini, selain permanen sehat sebab bekerja dibawah matahari, hasil panennya juga menguntungkan,” imbuhnya.

Menguatnya kecenderungan pemuda mengembangkan desanya, mampu jadi ialah sebuah paradoks global. Sayangnya, pencerahan seperti ini tidak dimiliki semua pemuda pedesaan. Soal dana dan minimnya pengetahuan, kadang jadi penyebab gamangnya pemuda desa buat memulai.


1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

FavoriteLoadingFavorit

Tentang penulis