
Sesuai dengan Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa, Salah satu kewajiban Kepala Desa dan Perangkatnya adalah menyelenggarakan Administrasi Pemerintahan Desa yang baik. Persoalan pencatatan dan administrasi dibeberapa kalangan lebih dianggap persoalan ringan, namun ternyata dampak yang ditimbulkan cukup signifikan. Tidak sinkronnya data di desa tentang penduduk miskin, kelahiran, kematian, perpindahan penduduk, anak usia sekolah sampai asset desa sering kali menjadi persoalan yang serius. Jika persoalan ini tidak diselesaikan bisa menimbulkan potensi dan konflik sosial. Paling kentara adalah saat terjadi distribusi bantuan sosial; beras miskin (raskin), pupuk subsidi, bantuan keluarga miskin, program pemberdayaan desa serta program-program sejenis lain.
Diantara pedoman terkait dengan administrasi desa, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 32 Tahun 2006 tentang Pedoman Administrasi Desa dan Permendagri No. 113 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa adalah peraturan yang masih dirujuk oleh Kepala Desa dan Perangkatnya. Sebagai gambaran tentang jenis administrasi, setidaknya ada 6 Jenis Administrasi di Desa yakni Administrasi Umum Desa, Administrasi Penduduk, Administrasi Keuangan, Administrasi Pembangunan, Administrasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Administrasi Lainnya.
Masing-masing jenis administrasi desa kemudian dipisahkan berdasarkan Bentuk dan Model buku. Sebagai contoh Buku Jenis Administrasi Umum Desa terbagi atas 8 Model dari Model A1 Buku Data Peraturan Desa, Model A2 Buku Data Keputusan Kepala Desa, Model A3 Buku Inventaris Desa, Model A4 Buku Data Aparat Pemerintahan Desa, Model A5 Buku Data Tanah Kas Milik Desa, Model A6 Buku Data Tanah Desa, Model A7 Buku Agenda, dan Model A8 Buku Ekspedisi. Begitupun Administrasi Penduduk ada 4 Model Buku, Administrasi Keuangan ada 5 Model Buku, Administrasi Pembangunan ada 4 Model, Administrasi BPD ada 5 Model dan Administrasi lainnya ada 7 Model Buku.
Dari sekitar 33 Model Buku yang harus dikuasai oleh Desa, ada tambahan model pencatatan dan pelaporan lain seperti pencatatan dan update data monografi desa, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, keuangan, pelaksanaan kegiatan umum dan khusus lainnya. Kepala Desa dan Perangkat Desa seringkali memiliki keterbatasan untuk memahami dan mengupdate kondisi desanya. Penting bagi pemerintah untuk terus menerus melakukan pembinaan, pendampingan sekaligus melakukan monitoring agar pembangunan di desa dapat berjalan menuju kesejahteraan bagi warganya melalui update administrasi dan pencatatan atas kondisi di desa. Sehingga kedepan ketika kita datang ke Balai Desa, tidak lagi kita temui misalnya Data Monografi Desa yang statis, jumlah ternak kambing yang masih 10 ekor dari tahun ke tahun, jumlah ternak ayam yang masih 100 ekor dan tidak berubah, dst. Semangat..
Sesuai dengan Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa, Salah satu kewajiban Kepala Desa dan Perangkatnya adalah menyelenggarakan Administrasi Pemerintahan Desa yang baik. Persoalan pencatatan dan administrasi dibeberapa kalangan lebih dianggap persoalan ringan, namun ternyata dampak yang ditimbulkan cukup signifikan. Tidak sinkronnya data di desa tentang penduduk miskin, kelahiran, kematian, perpindahan penduduk, anak usia sekolah sampai asset desa sering kali menjadi persoalan yang serius. Jika persoalan ini tidak diselesaikan bisa menimbulkan potensi dan konflik sosial. Paling kentara adalah saat terjadi distribusi bantuan sosial; beras miskin (raskin), pupuk subsidi, bantuan keluarga miskin, program pemberdayaan desa serta program-program sejenis lain.
Diantara pedoman terkait dengan administrasi desa, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 32 Tahun 2006 tentang Pedoman Administrasi Desa dan Permendagri No. 113 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa adalah peraturan yang masih dirujuk oleh Kepala Desa dan Perangkatnya. Sebagai gambaran tentang jenis administrasi, setidaknya ada 6 Jenis Administrasi di Desa yakni Administrasi Umum Desa, Administrasi Penduduk, Administrasi Keuangan, Administrasi Pembangunan, Administrasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Administrasi Lainnya.
Sesuai dengan Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa, Salah satu kewajiban Kepala Desa dan Perangkatnya adalah menyelenggarakan Administrasi Pemerintahan Desa yang baik. Persoalan pencatatan dan administrasi dibeberapa kalangan lebih dianggap persoalan ringan, namun ternyata dampak yang ditimbulkan cukup signifikan. Tidak sinkronnya data di desa tentang penduduk miskin, kelahiran, kematian, perpindahan penduduk, anak usia sekolah sampai asset desa sering kali menjadi persoalan yang serius. Jika persoalan ini tidak diselesaikan bisa menimbulkan potensi dan konflik sosial. Paling kentara adalah saat terjadi distribusi bantuan sosial; beras miskin (raskin), pupuk subsidi, bantuan keluarga miskin, program pemberdayaan desa serta program-program sejenis lain.
Diantara pedoman terkait dengan administrasi desa, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 32 Tahun 2006 tentang Pedoman Administrasi Desa dan Permendagri No. 113 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa adalah peraturan yang masih dirujuk oleh Kepala Desa dan Perangkatnya. Sebagai gambaran tentang jenis administrasi, setidaknya ada 6 Jenis Administrasi di Desa yakni Administrasi Umum Desa, Administrasi Penduduk, Administrasi Keuangan, Administrasi Pembangunan, Administrasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Administrasi Lainnya.
Masing-masing jenis administrasi desa kemudian dipisahkan berdasarkan Bentuk dan Model buku. Sebagai contoh Buku Jenis Administrasi Umum Desa terbagi atas 8 Model dari Model A1 Buku Data Peraturan Desa, Model A2 Buku Data Keputusan Kepala Desa, Model A3 Buku Inventaris Desa, Model A4 Buku Data Aparat Pemerintahan Desa, Model A5 Buku Data Tanah Kas Milik Desa, Model A6 Buku Data Tanah Desa, Model A7 Buku Agenda, dan Model A8 Buku Ekspedisi. Begitupun Administrasi Penduduk ada 4 Model Buku, Administrasi Keuangan ada 5 Model Buku, Administrasi Pembangunan ada 4 Model, Administrasi BPD ada 5 Model dan Administrasi lainnya ada 7 Model Buku.
Dari sekitar 33 Model Buku yang harus dikuasai oleh Desa, ada tambahan model pencatatan dan pelaporan lain seperti pencatatan dan update data monografi desa, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, keuangan, pelaksanaan kegiatan umum dan khusus lainnya. Kepala Desa dan Perangkat Desa seringkali memiliki keterbatasan untuk memahami dan mengupdate kondisi desanya. Penting bagi pemerintah untuk terus menerus melakukan pembinaan, pendampingan sekaligus melakukan monitoring agar pembangunan di desa dapat berjalan menuju kesejahteraan bagi warganya melalui update administrasi dan pencatatan atas kondisi di desa. Sehingga kedepan ketika kita datang ke Balai Desa, tidak lagi kita temui misalnya Data Monografi Desa yang statis, jumlah ternak kambing yang masih 10 ekor dari tahun ke tahun, jumlah ternak ayam yang masih 100 ekor dan tidak berubah, dst. Semangat..
kereeennn
Dari beberapa potongan curhatan murid jenius ini, ada beberapa hal yang menurut saya agak ironis. Kenapa ironis? Karena tidak sedikit siswa yang benar-benar menganggap bahwa tugas dan PR adalah beban yang menghalangi mereka untuk BELAJAR. Nah loh, tetapi justru niat sang guru awalnya memberi tugas agar siswa belajar, tetapi dalam beberapa hal malah menjadi penghalang mereka untuk belajar.
Hal menarik berikutnya yang saya lihat adalah hasil survei zenius yang dilakukan pada 22 September 2014 hingga 15 Desember 2014 mengenai persepsi siswa tentang tugas yang diberikan oleh guru mereka. Berikut ini hasil dari 1340 responden mahasiswa dari berbagai penjuru Indonesia:
September – Oktober 2014 survei zenius terhadap 1340 responden mahasiswa di seluruh Indonesia terkait dengan penugasan Guru.
Berdasarkan data di atas, kita dapat melihat bahwa pada kenyataannya sebagian besar siswa menganggap bahwa tugas yang diberikan oleh guru adalah penting, tetapi lucunya adalah bahwa sebagian besar responden (dengan persentase yang sama sebesar 48%) juga berpikir bahwa tugas guru memaksakan. Dari sini, saya live streaming sctv dapat berasumsi bahwa sebagian besar siswa tidak memiliki masalah dengan tugas guru, tetapi tugas / nomor / frekuensi adalah masalah dan membebani siswa.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Universitas Oviedo Spanyol, tugas dan PR akan memiliki dampak positif yang signifikan terhadap pemahaman siswa jika tugas dan PR dirancang sehingga siswa hanya membutuhkan waktu sekitar 60 menit dalam proses penyelesaian. Menurut penelitian juga, efektivitas tugas ini dan PR akan terus menurun jika waktu penyelesaiannya lebih dari 90 menit. Studi lain yang dilakukan oleh Stanford Graduate School of Education juga menemukan bahwa melakukan pekerjaan rumah dan tugas selama lebih dari tiga jam setiap hari akan memiliki efek negatif baik secara mental maupun fisik.
Terlepas dari ini, saya pribadi berpikir bahwa PR dan penugasan bisa menjadi hal yang positif, dengan catatan porsi yang adil. Jika Anda ingin memberikan banyak pekerjaan dan pekerjaan rumah, guru harus memperpanjang batas waktu untuk menyelesaikan tugas dan PR mempertimbangkan kemungkinan siswa mendapatkan tugas dan pekerjaan rumah dari guru mata pelajaran lainnya. Akan jauh lebih baik jika guru dapat memberikan tugas yang dapat menjadi pemicu bagi siswa untuk menikmati proses pembelajaran itu sendiri, memberikan tantangan yang menarik bagi siswa untuk mengetahui lebih banyak tentang materi yang mereka pelajari, bukannya menekan siswa untuk belajar.
pemerintah desa harus didukung dan dibina bagaiman bentuk contoh-contoh administrasi desa itu..bukan hanya sekedar mencari-cari kesalahan pemerintah desa, salam kenal dari Pemdes Batuatas Barat
siip lah min. . contoh daftar riwayat hidup